REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan pentingnya hilirisasi industri mulai dilakukan di Indonesia. Saat menghadiri perayaan HUT ke-8 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Jakarta, Selasa (31/1/2023) malam, Jokowi mengaku tak ingin Indonesia menjadi negara-negara di Amerika Latin yang terus menerus terjebak dalam negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Ia menceritakan, sekitar 1950-1960, negara-negara Amerika Latin sudah menjadi negara berkembang. Namun, hingga saat ini, negara-negara tersebut masih menjadi negara berkembang dan belum mengalami kemajuan.
“Saya pelajari ini, ada apa ini, kenapa seperti ini, kenapa semua negara di sana menjadi seperti itu. Itu yang namanya terjebak dalam negara berpendapatan menengah. Middle income trap. Karena apa, mereka tidak menawarkan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh negara lain. Ini yang harus dilakukan negara kita,” ungkap Jokowi.
Jokowi kemudian memberikan contoh lompatan kemajuan yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Taiwan. Korea Selatan, kata dia, bisa melakukan lompatan karena menciptakan komponen-komponen digital yang dibutuhkan negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat.
Sedangkan Taiwan bisa membuat cip yang dibutuhkan semua perusahaan besar. Ketergantungan negara lain yang diciptakan oleh Korea Selatan dan Taiwan itu membuat mereka berhasil menjadi negara maju. Oleh karena itu, saat ini pemerintah juga tengah melakukan strategi yang sama untuk melakukan lompatan-lompatan besar, yakni hilirisasi.
“Strategi besar inilah yang sedang kita rancang, bagaimana membuat sebuah ekosistem besar sehingga negara lain tergantung kepada kita. Itulah yang kita namakan baru ramai sekarang ini yang namanya hilirisasi,” ujar Jokowi.
Hilirisasi yang tengah dilakukan pemerintah tak hanya terkait nikel saja, namun juga berbagai bahan mineral mentah lainnya seperti tembaga, timah, dan bauksit. Jokowi ingin Indonesia bisa mengintegrasikan seluruh kekayaan alam menjadi satu barang yang dibutuhkan yakni baterai kendaraan listrik.
“Di situ ada komponen dari nikel, ada komponen dari tembaga, ada komponen timah, ada komponen bauksit, yang semuanya harus kita satukan, kita integrasikan sehingga muncul nanti yang namanya EV battery dan babak selanjutnya ekosistem yang lebih besar yang namanya mobil listrik,” jelas dia.