Rabu 01 Feb 2023 18:47 WIB

Bahlil: Perbankan Indonesia Pelit Berikan Kredit Bangun Smelter

Sulitnya pemberian kredit membuat kepemilikan smelter nikel masih asing.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
Foto: Prayogi/Republika
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, perbankan di Tanah Air masih sulit memberikan kredit untuk pembangunan pabrik pengolahan mineral atau smelter. Padahal, sebanyak 80 persen Izin Usaha Pertambangan (IUP) smelter selain nikel dimiliki pengusaha dalam negeri.

"Cuma ada masalah, bapak ibu khusus untuk perbankan ini opportunity-nya sudah bagus, barangnya sudah bagus. Cuma kreditnya minta ampun lamanya dan belum tentu dikasih," ujar Bahlil dalam Mandiri Investment Forum 2023, Rabu (1/2/2023).

Baca Juga

Sulitnya pemberian kredit tersebut, kata dia, membuat kepemilikan smelter nikel masih asing. Ia mengakui pembiayaan dari luar negeri lebih bagus.

"Ekuitas itu paling cuma 10 persen di Indonesia. Mohon maaf abang-abang saya dari Himbara ini atau bank lain sudah ekuitasnya gede belum tentu keluar barang itu," kata dia.

Maka menurutnya, perlu kolaborasi antara pemerintah, industri, dan perbankan dalam membiayai pembangunan smelter. Dirinya pun memastikan, industri smelter tidak butuh waktu lama untuk balik modal.

Pada kesempatan itu, ia menyampaikan keyakinannya terhadap kinerja ekspor nikel. Menurutnya, ekspor nikel bisa mencapai 30 miliar dolar AS pada tahun ini.

Bahlil menuturkan, tidak semua negara di dunia terutama negara maju, ingin melihat negara berkembang menjadi maju. Meski begitu, pemerintah tetap melakukan hilirisasi nikel meskipun digugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement