Senin 06 Feb 2023 09:59 WIB

Harga Minyak Naik di Awal sesi Asia, IEA Soroti Prospek Permintaan China

IEA proyeksi setengah dari pertumbuhan permintaan minyak global tahun ini dari China

Red: Lida Puspaningtyas
Pada 28 November 2019, foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara di Hejin di Provinsi Shanxi, Tiongkok tengah. Badan Energi Internasional mengatakan pada hari Rabu bahwa emisi metana yang menghangatkan planet dari produksi minyak, gas dan batu bara secara signifikan lebih tinggi daripada yang diklaim pemerintah. Negara-negara dengan emisi tertinggi adalah China, Rusia,
Foto: AP/Olivia Zhang
Pada 28 November 2019, foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara di Hejin di Provinsi Shanxi, Tiongkok tengah. Badan Energi Internasional mengatakan pada hari Rabu bahwa emisi metana yang menghangatkan planet dari produksi minyak, gas dan batu bara secara signifikan lebih tinggi daripada yang diklaim pemerintah. Negara-negara dengan emisi tertinggi adalah China, Rusia,

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia, Senin (6/2/2023) pagi, setelah jatuh sekitar 8,0 persen minggu lalu ke posisi terendah lebih dari tiga minggu. Saat itu, kegelisahan atas ekonomi-ekonomi utama melebihi tanda-tanda pemulihan permintaan di China, importir minyak utama dunia.

Minyak mentah berjangka Brent merangkak naik 16 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 80,10 dolar AS per barel pada pukul 00.22 GMT.

Baca Juga

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 15 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 73,54 dolar AS per barel.

Jumat (3/2/2023) lalu, WTI dan Brent turun 3,0 persen setelah data pekerjaan AS yang kuat menimbulkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga, yang pada gilirannya mendorong dolar AS lebih kuat.