REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, mengomentari soal pertemuan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar. Menurutnya pertemuan keduanya bisa mengubah peta koalisi lantaran peta politik Pemilu 2024 masih sangat cair.
"Karena itu, perubahan koalisi di KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) dan KKIR (Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya) tetap terbuka," tegas Jamiluddin, dalam keterangan tertulis, Jumat (17/2).
Jamiluddin mengungkapkan ada dua kemungkinan penyebab peta koalisi dapat berubah. Pertama, ada kemungkinan masing-masing koalisi, KIB dan KKIR, gagal dalam kesepakatan pasangan capres-cawapres. "KIB dan KKIR gagal menyepakati pasangan capres yang akan diusung. Karena itu, ada peluang partai politik di dua koalisi itu saling pindah haluan," ujarnya.
Ia menilai PKB berpeluang pindah ke KIB apabila kepentingan Muhaimin Iskandar menjadi cawapres tidak diakomodir oleh Prabowo Subianto. Begitu juga kemungkinan PAN dan PPP pindah haluan ke Gerindra apabila capres atau cawapres yang akan diusungnya tidak diakomodir Golkar.
Kemungkinan kedua, KIB dan KKIR bergabung membentuk koalisi baru. "Peluang ini bisa terjadi bila hal itu diinginkan Presiden Joko Widodo," ucapnya.
Menurutnya opsi kedua bakal dipilih untuk menandingi Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan. KIB dan KKIR akan sulit menandingi Anies jika tidak bergabung. Apalagi jika nantinya PDIP juga ikut bergabung ke dalam koalisi tersebut. "Bahkan tidak menutup kemungkinan PDIP juga melebur bersama KIB dan KKIR. Bila ini terjadi, maka kekuatan koalisi ini menjadi sangat gemuk," katanya.
Jamiluddin mengatakan jika itu terjadi maka Pemilu 2024 akan ada dua poros, yakni koalisi yang menginginkan meneruskan arah pembangunan Jokowi denga koalisi perubahan yang mengusung Anies.