REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Amazon Web Services (AWS) berkolaborasi dengan mitranya, firma konsultasi manajemen kinerja global asal Amerika Serikat, Gallup melakukan salah satu survei internasional terbesar tentang keterampilan digital. Untuk penelitian ini, Gallup menyurvei lebih dari 30 ribu pekerja dengan akses ke internet di Singapura, Malaysia, dan Indonesia, serta 16 negara besar lainnya yang menyumbang 67 persen dari nilai total pekerjaan yang membutuhkan keterampilan digital lanjut untuk menambah ekonomi global.
“Kami juga menyurvei lebih dari 9.000 pemberi kerja di negara-negara tersebut untuk menilai keterampilan yang paling dibutuhkan oleh pemberi kerja saat ini.,” kata Head of Learning and Development, APAC,Gallup, Purva Hassomal dalam acara media briefing Mengupas Hasil Riset Digital Skills Terbaru AWS dan Gallup, Rabu (22/2/2023).
Hassomal juga menyebutkan Gallup menganalisis Lightcast data pada semua lowongan pekerjaan yang diiklankan di 33 negara, termasuk Singapura, Malaysia, dan Indonesia sejak Juni 2021 hingga Mei 2022 untuk menilai lebih lanjut permintaan akan keterampilan digital, serta seberapa banyak pemberi kerja bersedia membayarnya. AWS dan Gallup menyurvei lebih dari 1.400 karyawan di Indonesia, lebih dari 1.400 di Malaysia, dan lebih dari 1.200 di Singapura. Untuk survei pemberi kerja, mereka mengamati sekitar 350 pemberi kerja di setiap negara.
Pekerja dan pemberi kerja dibagi menjadi tiga kategori. Yaitu, keterampilan digital dasar (hanya menggunakan email, pengolah kata, dan perangkat lunak produktivitas kantor lainnya, dan sedikit media sosial), keterampilan digital menengah (bisa menggunakan aplikasi pemecahan masalah desain situs web drag-and-drop, serta sedikit analisis data), dan keterampilan digital lanjutan (memanfaatkan hal-hal seperti arsitektur atau pemeliharaan cloud, pengembangan aplikasi perangkat lunak, kecerdasan buatan dan machine learning)
Hassomal menuturkan penelitian tersebut menemukan bahwa keterampilan digital memberikan nilai ekonomi yang sangat besar bagi bisnis dan pekerja di negara-negara ASEAN dengan meningkatkan produk domestik bruto (PDB), pendapatan, inovasi, serta meningkatkan upah dan kepuasan kerja bagi organisasi yang mengintegrasikan keterampilan ini dan pekerja yang menguasai kecakapan tersebut.
“Dalam hal PDB, kami menemukan bahwa keterampilan digital menghasilkan manfaat ekonomi yang signifikan. Untuk karyawan Singapura, Indonesia, dan Malaysia yang menggunakan keterampilan digital ini termasuk arsitektur cloud atau pengembangan perangkat lunak,” ujarnya.
Di Singapura, misalnya, pekerja berketerampilan digital tingkat lanjut menyumbang sekitar 61,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS) ke PDB Singapura dengan meningkatkan pendapatan dan produktivitas pekerja. Sementara itu, kelompok pekerja berkemampuan digital lanjutan di Indonesia menyumbang 129 miliar dolar AS (sekitar Rp 621,4 triliun) untuk PDB mereka. Demikian pula, pekerja di Malaysia yang menyumbang 105,7 miliar dolar AS jika mereka memiliki keterampilan digital lanjutan ini.
Rata-rata pekerja di negara-negara tersebut dengan keterampilan digital tingkat lanjut memperoleh setidaknya 100 persen lebih banyak daripada pekerja serupa yang tidak menggunakan keterampilan digital. “Jadi, selain berpotensi mendapatkan bayaran yang lebih baik, mayoritas pekerja dengan keterampilan digital tingkat lanjut ini juga mengungkap kepuasan kerja yang lebih tinggi,” kata Hassomal.