Rabu 08 Mar 2023 19:14 WIB

IM57+: Kriminalisasi Haris-Fatia Dinilai Hambat Gerakan Anti Korupsi

IM57+ sebut kriminalisasi Haris-Fatia dinilai justru menghambat gerakan anti korupsi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan). IM57+ sebut kriminalisasi Haris-Fatia dinilai justru menghambat gerakan anti korupsi.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan). IM57+ sebut kriminalisasi Haris-Fatia dinilai justru menghambat gerakan anti korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute menyayangkan pelimpahan kasus Haris-Fatia oleh Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI. IM57 menilai langkah ini justru memukul mundur gerakan anti korupsi.

IM57 mengingatkan pengawalan pemberantasan korupsi mengandalkan partisipasi publik. Partisipasi tersebut baik dilakukan melalui pelaporan kasus yang diketahui maupun advokasi kasus yang seharusnya ditindaklanjuti penegak hukum.

Baca Juga

"Terus berlanjutnya kasus Haris-Fatia tanpa mendengar kritik publik dan konteks kasusnya mendorong publik semakin enggan melaporkan ataupun mengawal kasus karena malah adanya potensi dikriminalisasi," kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya, Rabu (8/3).

IM57 memandang tindakan Haris dan Fatia yang menyampaikan hasil riset merupakan tindakan nyata yang dilakukan dalam mengawal kinerja pejabat publik. Sehingga pejabat publik bekerja secara baik dan bebas dari segala potensi konflik kepentingan.

"Apabila pernyataan mereka dikriminalisasi maka kembali pada masa dimana ruang gerak demokrasi yang penting dalam pemberantasa korupsi terkungkung," ujar Praswad.

IM57 juga mengamati adanya kebingungan publik ketika satu sisi, kasus Haris-Fatia ditindaklanjuti. Tetapi pelaporan masyarakat sipil atas dugaan korupsi dalam kasus di daerah yang dielaborasi oleh Haris-Fatia dalam podcastnya tidak direspon dengan cara yang sama. Hal tersebut menurut IM57 tidak mencerminkan pernyataan Kapolri yang terus diulang tentang Reformasi Polri.

"Padahal merupakan suatu hal yang jelas, salah satu prinsip mendasar adalah mendahulukan kasus korupsi dibandingkan kasus terkait pencemaran nama baik," ujar Praswad.

Selain itu, IM57 menyinggung komitmen Presiden Joko Widodo tentang reformasi UU ITE. Kasus ini menjadi pertanyaan publik karena melalui kriminalisasi ini maka substansi dari delik yang menghambat kritik kembali hidup.

"Artinya bahkan Presiden pun tidak menunjukan komitmen nyata dalam tindakan," ucap Praswad.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi menilai kasus kriminalisasi pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar terkait kritiknya terhadap pejabat publik kian tampak dipaksakan.

Proses hukum yang memakan waktu sekitar satu tahun enam bulan memberi kesan keragu-raguan yang nyata dari kepolisian dan kejaksaan dalam melihat ada tidaknya unsur perbuatan pidana dalam perkara ini. 

Saat ini berkas Perkara kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan itu sudah pada tahap 2.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi ini terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia. Kemudian KontraS, LBH PP Muhammadiyah, ICJR, TATAK, LBH Sulteng, YLBH Sisar Matiti Manokwari, Lokataru Foundation, PAHAM Papua, LBH Pers, SAFEnet, ELSAM, AJAR, AJI, Asian Human Rights Commission (AHRC), dan juga WALHI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement