Sementara itu, Buya Hamka dalam bukunya yang berjudul Tuntunan Puasa, Tarawih & Shalat Idul Fitri menceritakan saat Umar bin Khattab menghidupkan Ramadhan dengan memerintahkan umat Islam melaksanakan shalat Tarawih berjamaah.
Dia menuturkan, meskipun Rasulullah telah memberi peringatakan bahwa shalat Tarawih bukan suatu yang wajib, tampaknya pelaksanaan sholat Tarawih masih banyak dilakukan pada setiap malam di masjid sampai Nabi SAW wafat hingga pada zaman Abu Bakar.
Ketika itu, menurut Hamka, kaum Muslimin melaksanakan shalat berkelompok-kelompok, seperti yang dilakukan Nabi pada tiga malam di awal Ramadhan. Menurut riwayat, kata dia, Umar juga melihat kaum muslimin melaksanakan sholat Tarawih dengan berkelompok-kelompok seperti sediakala.
Dari Abdurrahman bin Abdul Qari, dia berkata, “Aku keluar bersama Umar bin Khattab di bulan Ramadhan ke dalam masjid. Kami dapati banyak orang berkelompok-kelompok, terpisah-pisah. Ada yang mengerjakan sholat seorang diri dan ada yang seorang saja, lalu diikuti saja oleh beberapa orang lain di belakangnya. Karena itu, Umar berkata, ‘Pada pendapatku, satu bacaan saja, begitulah yang lebih bagus’. Karenanya, beliau tegaskanlah pendapatnya sebagai satu perintah, yaitu supaya semua sholat di belakang satu imam saja. Beliau tentukan siapa yang jadi imam, yaitu Ubay bin Ka’ab.
Di malam yang lain, kami kembali masuk ke dalam masjid. Kami dapati jamaah telah sholat dengan satu qari (pembaca, yaitu satu imam). Berkatalah Umar bin Khattab, Ni’matil Bid’ah hazihi’, inilah sebaik-baik bid’ah. Orang tidur terlebih dahulu, lebih afdhal dengan orang yang sholat terlebih dahulu, yaitu dia sholat di ujung malam. Sedangkan orang di waktu itu sholat di awal malam.” (Riwayat Bukhari).
Dari uraian tersebut, menurut Buya Hamka, jelas sekali Umar bin Khattab dengan tegas memutukan agar sholat Tarawih dilaksanakan secara berjamaah. Setelah Tarawih secara berjamaah berjalan lancar selama beberapa hari, beliau senang melihatnya.