Senin 20 Mar 2023 15:43 WIB

Hidup Rock, Hidup Metal!

Ada masanya musik cadas tak sebebas sekarang di Indonesia.

Rep: Fitriyan Zamzami/ Red: Reiny Dwinanda
Grup band Slipknot tampil pada gelaran Hammersonic 2023 di Pantai Karnaval Ancol, Jakarta, Ahad (19/3/2023). Band heavy metal asal Amerika tersebut membawakan sejumlah lagu diantaranya The Heretic Anthem, Wait and Bleed dan Spit It Out.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Grup band Slipknot tampil pada gelaran Hammersonic 2023 di Pantai Karnaval Ancol, Jakarta, Ahad (19/3/2023). Band heavy metal asal Amerika tersebut membawakan sejumlah lagu diantaranya The Heretic Anthem, Wait and Bleed dan Spit It Out.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Festival Hammersonic yang digelar di Ancol, Jakarta Utara, dua hari ini disebut sebagai festival musik metal dan rock terbesar di Asia Tenggara. Puluhan ribu manusia menyesaki lokasi acara tersebut.

Raungan distorsi gitar, betotan bass membahana, dan dentuman drum diiringi vokal yang mengaum-aum; menguar di udara. Pemerintah secara resmi mendukung juga acara itu, menilainya bisa jadi jualan wisata karena yang datang tak sedikit dari mancanegara.

Baca Juga

Ada masanya musik cadas tak sebebas itu di Indonesia. Republika.co.id merekam, sepanjang 17-19 Oktober 1996 ada hajatan di Surabaya, Jawa Timur.

Panggung konser di Stadion Gelora 10 November kala itu ditata mirip sebuah goa angker penuh dengan bebatuan cadas. Bak siraman air hujan yang membasahi lahan kerontang, sekitar 5.000 penonton berteriak seperti dapat siraman hujan.

"Hidup rock, hidup metal!".

Saat itu, bertahun pentas musik rock benar-benar berhenti mencabik fans beratnya. Panggung rock sempat haram digelar di stadion olahraga terbesar di Jatim tersebut. Tak heran, penonton tersedot menyaksikan festival musik rock VIII se-Indonesia tersebut.

Kalau pun ada pergelaran rock di Surabaya, biasa dipentaskan di gedung tertutup seperti di gedung Go Skate. Itulah sebabnya, festival rock kali ini tak berlebihan kalau diibaratkan sebagai siraman air hujan yang menyejukkan bagi kebangkitan musik cadas tersebut.

Agaknya, yang mendasari mengapa panggung rock tidak lagi dipentaskan di lapangan terbuka adalah soal "trauma" yang terkait dengan ketertiban penonton. Panggung rock memang tak pernah digelar menyusul kericuhan yang terjadi saat pentas Metallica di Stadion Lebak Bulus Jakarta pada 1993.

Tapi bukan sejak konser itu saja musik metal dan rock sudah coba dijauhkan dari anak-anak muda. Pada Januari 1993, diumumkan tamatnya riwayat musik heavy metal dan segala aksesorinya di televisi.

Mulai Februari itu, para penggemar musik bising itu, tak akan bisa lagi menikmati tayangan idola mereka, yang biasanya beridentitas rambut gondrong, celana sobek, kalung bergelantungan, anting-anting dan semacamnya, di layar RCTI maupun TPI. Tak peduli rocker dari Indonesia maupun asing.

Aturan untuk "mencekal" dan tidak menayangkan penyanyi rock berambut gondrong ini, justru dimulai oleh televisi swasta, RCTI. Padahal, semula boleh dikata RCTI yang paling getol menyiarkan video klip para penyanyi dan pemusik rock itu. Bukan rahasia, pada awalnya saluran televisi itu dekat dengan keluarga Cendana.

Tata tertib dari RCTI yang amat mengejutkan itu diedarkan ke seluruh pemilik rekaman kaset, produser rekaman dan yang mau bikin rekaman untuk paket Pentas Musik serta Seklas Musik. Isinya, berbunyi antara lain:

"Kami tegaskan sekali lagi, bahwa musik-musik heavy metal dan sejenisnya (termasuk thrash rock dan punk-rock) harap tidak menjadi bagian paket musik RCTI/SCTV, maupun ditampilkan dalam Sekilas Musik. Hal ini berlaku baik untuk paket musik lokal maupun impor."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement