Oleh : dr. M. Bambang Edi Susyanto, SpA,M.Kes*
REPUBLIKA.CO.ID, Riadat atau kadang ditulis sebagai riyadhoh berasal dari bahasa Arab. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sudah memasukkan istilah ini dengan ejaan riadat dan dimaknai sebagai perihal bertapa dengan mengekang hawa nafsu (memantang berbagai makanan dan sebagainya) atau latihan. Penulis mengambil makna latihan sesuai arti kedua dalam KBBI tersebut.
Riadat dalam tradisi kalangan tertentu lebih diartikan sebagai latihan rohaniah, dengan menekankan pada latihan untuk memperbanyak ibadah dan amalan wirid-wirid tertentu. Riadat berpasangan dengan mujahadah, perjuangan rohaniah yang ditekankan pada usaha menjauhi larangan-larangan agama.
Riadat dalam lingkungan lain digunakan untuk menyebut latihan fisik atau olahraga, untuk memberi semangat rohani atau semangat pengamalan agama terhadap kegiatan yang berdimensi duniawi. Maksudnya agar olahraga pun disadari dan diniatkan sebagai suatu amanah agama atau sunnah Nabi.
Hidup sesungguhnya adalah latihan, yaitu proses panjang untuk terus memperbaiki diri. Agama memberikan mekanisme latihan tersebut. Latihan yang bersifat harian adalah perintah berzikir sepanjang hari dan lima termin sholat wajib. Latihan pekanan diberikan dalam bentuk rangkaian ibadah Jumat dan puasa sunnah senin kamis. Latihan bulanan dengan puasa putih, setiap tanggal 13-15 bulan hijriyah. Latihan tahunan disediakan setiap bulan Ramadhan.
Ramadhan adalah momentum khusus yang disediakan bagi kita untuk berlatih secara intensif, Ibadah selama Ramadhan secara rohani akan memperbaiki kualitas iman dan amal saleh.
Amal saleh diartikan sebagai perbuatan yang sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama seperti perbuatan baik terhadap sesama manusia. Diketahui juga hikmah ibadah Ramadhan berupa perbaikan kesehatan mental emosional serta kesehatan sosial. Ibadah puasa selama bulan Ramadhan secara ilmiah juga diketahui mempunyai manfaat kesehatan jasmani.
Sebagai latihan intensif, ibadah Ramadhan dapat menjadi beban berat baik jasmani maupun rohani. Rasulullah SAW menyediakan mekanisme latihan agar kita dapat mengikuti latihan intensif selama Ramadhan dengan sukses. Caranya, kita dianjurkan melaksanakan puasa sunnah selama bulan Rajab dan Sya’ban.
Latihan ini penting bagi Muslim yang jarang melaksanakan puasa sunnah dan semua umat. Lebih dari itu, dikisahkan, para sahabat Nabi bahkan melatih diri agar hati dan pikiran mereka selalu terkait dengan Ramadhan. Mereka banyak berdoa selama enam bulan pasca-Ramadhan agar ibadah Ramadhan mereka diterima dan pada paruh waktu selanjutnya, mereka biasa berdoa agar umur mereka disampaikan pada Ramadhan selanjutnya. Sebuah proses latihan yang luar biasa yang dilaksanakan sepanjang tahun, demi meraih keistimewaan Ramadhan.
Uraian tentang latihan di atas mengingatkan kita akan pentingnya membiasakan diri melaksanakan ketaatan. Pembiasaan yang akan melahirkan kebiasaan (habits) dan selanjutnya akan melahirkan kecintaan.
Proses panjang yang akan menjadikan amal saleh sebagai kecintaan dan bukan hanya sebagai kewajiban atau beban. Membiasakan anak-anak melaksanakan shalat sebelum baligh, membiasakan anak-anak berbusana Islami ketika mereka masih kecil, membiasakan diri kita dengan berbagai amalan seperti membasahi lisan dengan zikir, ibadah sunnah, berderma, tersenyum, dan memaafkan serta meminta maaf dan sebagainya. Semuanya perlu latihan dan pembiasaan.
*Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)