REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Isu perihal naiknya volume sampah selama Ramadhan masih menjadi PR dan tugas tiap pihak dari tahun ke tahun. Agar tidak menambah sampah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan umat Muslim agar menahan diri dari membuang sampah.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH dan SDA) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hayu Susilo Prabowo, menyebut inti dari puasa adalah menahan hawa nafsu atau syahwat. Kerusakan alam, yang salah satunya disebabkan oleh sampah, juga berhubungan dengan menahan nafsu tersebut.
"Jadi selama Ramadhan ini bagaimana caranya agar kita bisa menahan diri untuk tidak nyampah," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (29/3/2023).
Bulan suci Ramadhan disebut membawa pesan agar setiap umat Muslim lebih bertakwa. Takwa ini tidak hanya kepada manusia dan Allah SWT, tetapi juga kepada lingkungan atau alam.
Namun sayang, Hayu Susilo menyebut perihal alam ini kerap sekali tertinggal. Karena itu di Ramadhan ini pihaknya ingin meninjau lebih jauh bagaimana cara agar keshalehan alam ini bisa juga ikut ditingkatkan, selain meningkatkan keshalehan kepada Allah SWT dan sesama manusia.
"Kerusakan lingkungan ini juga berhubungan dengan menahan nafsu. Kerakusan dan ketamakan kita membuat kita melihat alam sebagai objek dan terus dikuras, bukan sebagai subjek yang harus dirawat," lanjut dia.
MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa seputar pengelolaan sampah, yaitu Fatwa Nomor 41 tahun 2014. Di dalamnya berisi ketentuan agar umat Islam tidak berbuat tabdzir (menyia-nyiakan) dan israf (berlebihan).
Tabdzir adalah perbuatan mubadzir, atau perilaku yang harusnya masih bisa memanfaatkan sesuatu malah dibuang. Contoh, seseorang yang hanya bisa makan porsi setengah piring, tetapi malah ambil banyak dan sisanya dibuang. Sebelum makan, ujar Hayu, seharusnya seseorang sudah bisa memperkirakan berapa kapasitas yang ia mampu.
Perihal perilaku membuang-buang atau mubadzir ini tertulis dalam QS. Al Isra ayat 27, "Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."
"Untuk israf, itu berbuat yang berlebihan. Misal membeli makanan, yang berlebihan sampai tidak mampu lagi untuk dihabiskan dan akhirnya dibuang," ucap Hayu.
Perilaku berlebihan ini juga masuk pada tindakan membeli pakaian atau alas kaki, yang ternyata malah tidak terpakai dan hanya disimpan di lemari. Yang seperti ini sebaiknya disedekahkan, karena bisa memperlama umurnya dan tidak terbuang begitu saja menjadi sampah.
Agar tidak berlebihan dalam membeli makanan atau mengurangi sampah selama Ramadhan, ia lantas menyarankan agar makanan yang berlebih itu segera diberikan kepada orang lain, agar tidak dibuang dan menjadi mubadzir.
"Jangan sampai ditunggu sampai sahur, tapi waktu sahur nggak kemakan lagi dan jadi basi, mubadzir. Bisa juga setelah tarawih, misal kalau masih ada makanan itu langsung dibagikan kepada yang lain, tidka ada yang tersisa," kata Ketua LPLH dan SDA MUI ini.