REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Lailatul Qadar masih menjadi misteri bagi sebagian besar umat Islam. Tidak ada tahu pasti kapan malam kemuliaan, malam yang penuh ampunan itu akan turun. Namun inilah yang justru menjadi penyemangat umat Muslim untuk terus mencarinya, menantinya, dan mendambakannya setiap bulan Ramadhan datang.
Sebagian besar Muslim percaya bahwa Lailatul Qadar turun pada 10 malam terakhir Ramadhan di malam-malam ganjil. Lantas apakah ada orang yang pernah berjumpa dengan malam Lailatul Qadar?
Menurut Cendekiawan Muslim Quraish Shihab yang diunggah oleh akun youtube Najwa Shihab, menyebutkan, bahwa ada dua indikator bahwa seseorang mendapatkan Lailatul Qadar. Pertama, menjadi sosok yang semakin baik dan kedua sosok yang penuh kedamaian.
“Jadi kalau ditanyakan apa indikatornya? Itu tadi, terus meningkat kebaikannya, terus mewujudkan kedamaian untuk dirinya dan orang lain,” kata Quraish Shihab, dikutip Republika pada Rabu (29/3/2023).
Quraish Shihab menuturkan, lailatul qadr memiliki tiga arti. Malam penentuan, malam kemuliaan, dan malam sempit. Disebut malam penentuan, karena pada malam ini Allah menentukan banyak hal, salah satu yang paling ditetapkannya adalah seperti diturunkannya Alquran pada malam itu. Bisa juga berkaitan dengan kehidupan manusia.
Kedua, malam mulia dan kemuliaannya tidak dapat dilukiskan, malam yang kemuliaannya lebih dari 1000 bulan. Ketiga, malam sempit. kenapa sempit? Karena terlalu banyak malaikat yang turun ke bumi sehingga sempit.
“Itu maknanya. sekarang kita mari lihat, kalau kita mau cari tentang lailatul qadar kita tidak bisa menggunakan akal kita dalam menentukan ini atau tidak, karena akal kita tidak mampu untuk menjangkau seluruh hakikatnya. Ini sebabnya dalam Alquran ketika Allah berbicara Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr dinyatakannya wamaa adrokama lailatul qadr. Apa yang menjadikan engkau tahu tentang lailatul qadr, kamu tidak bisa tahu,” ujar Quraish.
Semua kata wa maa adraaka itu menggambarkan bahwa akal manusia itu tidak mampu untuk menjangkaunya. Karena itu jika ingin mencari tahu tentang Lailatul qadar harus merujuk pada Alquran atau penjelasan Nabi Muhammad SAW.
Ada dua hal yang disebut dalam Alquran tentang lailatul qadar. Tanazzalul malaa ikatu fiiha bi idzni rabbihim min kulli amr, dan salamun hiya hatta mathla’il fajr.
“Ketika Malaikat turun maka akan muncul rasa damai. Kita tidak tahu bagaimana kalau dikatakan, dan malaikat Jibril juga turun. Malaikat Jibril dalam riwayat punya 500 sayap, satu saja dibentangkan sudah tidak tahu persis itu (bagaimana besarnya), hanya kita bisa tahu bahwa salah satu fungsi malaikat itu menguatkan jiwa manusia, fungsinya itu mendorong orang pada kebaikan,” jelas Quraish Shihab.
Salah satu tandanya adalah ketika menemukan benda di jalan, maka malaikat akan berbisik untuk mengembalikan benda tersebut kepada pemiliknya. Sedangkan apabila syaitan yang berbisik, maka manusia akan digoda untuk mengambilnya.
“Nah itu fungsi malaikat, memantapkan dan mendorong pada kebaikan, jadi indikator pertama orang yang pernah bertemu dengan lailatul qadar pasti dari saat ke saat mengingat kebaikannya. Kalau masih itu-itu saja, apalagi tidak mungkin, itu indikatornya,” kat Quraish.
Indikator kedua, salamun hiya hatta mathla’il fajr. Damai, yang pertama dia harus damai dengan dirinya. Seperti tidak menggerutu “rezeki saya kok cuma sekian?” damai, diterima apa adanya, dia berusaha sekuat tenaga apa hasilnya dia terima. Damai kepada orang lain.
“Dan damai itu ada damai aktif, ada damai pasif, tidak mengganggu orang lain, itu sudah damai namanya. Kalau mau memberi dia? Itu damai aktif. Jadi orang yang bertemu dengan lailatul qadar pasti hatinya damai dengan dirinya dan damai dengan orang lain, kedamaian itu berlanjut,” kata Quraish.
“Kalau ayat itu berkata, ‘sampai terbit fajar, sampai esok hari,’ kata ulama, “tidak, sampai terbit hidupnya yang baru di akhirat.” Setelah dia meninggal dia hidup lagi, itu fajar hidupnya yang baru. Kalau dalam fajar hidupnya yang baru dia damai, maka tempatnya adalah negeri yang penuh kedamaian yaitu surga,” kata Quraish.