REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Piala Dunia U-20 2023 batal dilaksanakan di Indonesia. Pada Rabu (29/3/2023) malam WIB, FIFA mengeluarkan keputusan resmi terkait hal itu.
Reaksi berdatangan dari sejumlah pihak. Republika.co.id mencoba meminta legenda tim nasional Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto untuk ikut merespons fakta ini. Belum banyak yang bisa ia sampaikan.
Pasalnya, isu ini memiliki keterkaitan dengan berbagai sisi. Tak hanya sepak bola, melainkan juga politik. Jelas, ia dalam posisi sama dengan kebanyakan penggemar yang merasakan kekecewaan.
"Mohon maaf, saya tidak bisa komentar apa-apa karena ini sangat sensitif. Saya tidak begitu paham tentang kenegaraan. Kalau kecewa, iya. Pasti," kata Kurniawan dalam pesan singkat kepada Republika.co.id, Kamis (30/3/2023).
Sebelumnya, sosok yang menjadi asisten pelatih timnas U-22 proyeksi SEA Games 2023 ini sudah menyampaikan kata-kata penyemangat untuk para juniornya via media sosial.
“Tetap semangat Garuda Muda kebanggaan bangsa Indonesia tercinta. Terus berkarya, terus bekerja. Ku yakin, kalianlah yang akan mengibarkan sang saka (merah putih) di kancah dunia. Life must go on. We love you,” tulis Kurniawan dalam unggahan Instagram pribadinya (@kurniawanqana).
Di sisi lain, dalam pernyataan resminya, FIFA menyebut alasan pembatalan terkait 'situasi yang tengan berkembang saat ini'. Induk sepak bola dunia itu tidak menjelaskan secara spesifik situasi yang dimaksud. Sebelumnya muncul penolakan dari sejumlah pihak terhadap kehadiran timnas Israel di Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Pihak-pihak tersebut yakni, organisasi kemasyarakatan, politisi, juga kepala daerah. Para kepala daerah ini andara lain, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, serta Gubernur Bali, I Wayan Koster. Kehadiran timnas Israel U-20 dinilai tidak sejalan dengan kebijakan luar negeri dan sikap Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina.
Meski demikian, sebelum isu ini merebak, sudah ada perwakilan Israel yang pernah menyambangi Indonesia untuk kegiatan olahraga. Bahkan ada juga yang terkait agenda antar parlemen di Pulau Dewata. Pembatalan itu membawa dampak lain berupa sanksi.
FIFA menyebut soal potensi sanksi terhadap PSSI. Pasalnya sejak melakukan bidding PSSI seharusnya siap dengan segala konsekuensi. Termasuk mengakomodir para peserta.
Kemungkinan sanksi berat yang bisa dijatuhkan FIFA adalah larangan buat Indonesia untuk ikut ambil bagian di kompetisi di bawah naungan FIFA. Pun dengan tidak diakuinya kompetisi Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, oleh FIFA. Kondisi serupa terjadi saat Indonesia di-banned oleh FIFA pada 2015 hingga 2016 silam.
Pengamat sepak bola, Mohamad Kusnaeni mengharapkan, ke depan, Indonesia perlu hati-hati membuat komitmen. Perlu dipikirkan dengan matang semua sebab-akibat. Intinya, banyak yang harus dibenahi dalam pengembangan lapangan hijau tanah air, sebelum melangkah ke panggung dunia.
"Jangan terlalu mudah berkomitmen jika kemudian kita tak sanggup mematuhinya. Saya juga berharap dukungan Pemerintah terhadap upaya memajukan sepak bola nasional tidak kendur setelah ini. Tanpa dukungan dan peran negara, rasanya masih sangat sulit mengharap sepak bola Indonesia mampu membuat kemajuan yang signifikan," ujar tokoh yang akrab disapa Bung Kus itu.
View this post on Instagram