Suatu ketika Nabi Musa a.s. berjalan melewati suatu kampung. Di perjalanan, ia melihat seseorang dari umatnya tengah berdo’a dan bersujud. Ia pun melewati orang yang tengah khusyuk berdo’a tersebut tanpa menyapanya.
Selang beberapa lama, ia kembali lagi ke kampung tersebut dan melihat orang tadi masih tetap dalam keadaan bersujud . Kemudian Nabi Musa a.s. menegurnya, “Kamu masih tetap bersujud dan berdo’a. Seandainya kebutuhanmu yang kau panjatkan ada di tanganku, tentu aku sudah mengabulkannya.”
Tak lama setelah Nabi Musa a.s. menegur orang tersebut Allah berfirman menimpali perkataan Nabi Musa a.s, “Biarpun leher pengikutmu itu berdo’a terputus karena lamanya bersujud dan berdo’a, Aku tak akan pernah memenuhi permintaannya, kecuali jika dia membersihkan hatinya terlebih dahulu, mengisinya dengan apa yang Kucintai, dan membenci dengan apa yang Kubenci.”
Dari kisah tersebut dapat kita ketahui, kebersihan hati menjadi kunci utama terkabulnya do’a. Hati kita harus bersih dari keyakinan kepada selain Allah. Sikap menyekutukan Allah harus benar-benar tidak ada di hati.
Selain sikap musyrik, kita pun harus berupaya membersihkan beragam penyakit hati yang senantiasa bersemayam di hati. Hasud, dendam, berburuk sangka, ria, dan penyakit hati lainnya harus enyah dari hati. Dengan kata lain, kita harus memperhatikan akhlak hidup keseharian kita. Akhlak terpuji harus menjadi hiasan utama dalam kehidupan.
Hati yang bersih dari kemusyrikan, hidup dihiasi dengan akhlak yang terpuji akan bermuara kepada ketaatan melaksanakan perintah Allah. Orang yang hatinya bersih dari kemusyrikan dan akhlak yang jelek tak akan berat melaksanakan perintah Allah. Lisannya akan senantiasa dipenuhi dengan kata-kata baik dan bermanfaat, termasuk lisannya akan dihiasi dengan dzikir. Ia akan meminta kepada Allah setiap saat bukan hanya pada saat ditimpa petaka saja.
Setiap langkahnya diniatkan ibadah, dan berupaya menghilangkan rasa malas dalam beribadah. Hatinya penuh dengan kekhawatiran, jika langkah-langkahnya tidak diniatkan ibadah, kefakiran dan kesibukan duniawi akan selalu menyapa dalam kehidupannya.
“Allah berfirman, ‘Wahai Anak Adam, maksimalkan dirimu dalam beribadah kepada-Ku, Aku akan menjamin hatimu Kupenuhi dengan kekayaan, dan Aku akn menghilangkan kefakiran darimu. Jika kau tidak menyibukkan dirimu dengan beribadah, aku akan menyibukkan dirimu (dengan urusan duniawi), dan kefakiran tak akn meninggalkan kehidupanmu.’ ” (H. R. Ibnu Majah).
Selain kebersihan hati dan ketaatan kepada Allah, kita pun harus memperhatikan makanan yang kita konsumsi. Kehalalan makanan harus menjadi perhatian utama kita, sebab makanan haram yang masuk ke dalam perut kita akan menjadi penghalang terkabulnya do’a-do’a kita. Allah tidak akan menerima segala ibadah dan pengabdian orang-orang yang perutnya diisi dengan makanan haram, dan badannya dihiasi dengan barang-barang dari hasil usaha yang haram hukumnya.
“ Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya.” (H. R. At-Thabrani)
Sering timbul pertanyaan, “Kita sudah berusaha membersihkan hati dari kemusyrikan dan akhlak yang jelek, kita pun sudah menyibukkan diri dengan beribadah, tapi mengapa do’a kita masih belum juga terkabulkan?”
Jangan berkecil hati, Allah akan mengabulkan do’a - do’a kita selama kita tidak berburuk sangka kepada-Nya, dan Allah Maha Mengetahui akan saat yang tepat untuk mengabulkan do’a-do’a kita, dan Allah pasti akan memenuhi hak-hak rezeki kita sebelum ajal menjemput kita.
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah, dan perbaikilah dalam mencari harta. Sesungguhnya setiap jiwa/individu tidak akan meninggal dunia sebelum rezekinya (termasuk permintaannya) terpenuhi, kendati rezekinya itu terlambat datangnya. Takutlah kepada Allah dan perbaiki mekanisme mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal, dan tinggalkanlah rezeki yang haram.” (H. R. Ibnu Majah).
Hati kita pun sering bergejolak ketika kita sudah berupaya hidup sebaik mungkin dan beribadah semaksimal mungkin, namun do’a-do’a kita belum juga terkabulkan, sementara orang lain yang beribadah seadanya, bahkan orang yang bergelimang kemaksiatan, do’a-do’anya begitu cepat terkabul.
Sekali lagi kuncinya jangan berburuk sangka kepada Allah. Sebaliknya, kita harus takut kepada Allah, ketika kita hidup dalam kemaksiatan, namun Allah mengabulkan segala permintaan kita. Kondisi ini bisa jadi merupakan awal dari kehancuran hidup kita.
Syaikh Ibnu ‘Athaillah seorang sufi memberikan nasihat dalam kitab karyanya yang terkenal, Al Hikam. “Kalian harus berhati-hatilah apabila kebaikan dari Allah selalu kau dapatkan seraya kalian hidup dalam gelimang kemaksiatan. Bisa jadi, kondisi tersebut merupakan awal kehancuranmu secara berangsur-angsur.”
Selanjutnya ulama sufi tersebut mengutip firman Allah “Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ( ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-A’raf (7): 182).
Kita harus belajar meyakinkan diri, setiap permintaan kita pasti Allah kabulkan. Kita harus bersabar menanti jawaban Allah atas do’a-do’a kita, dan Allah Maha Mengetahui saat yang tepat untuk mengabulkan do’a-do’a kita. Satu hal yang terpenting, kita tetap berikhtiar seraya melaksanakan ibadah sebaik dan semaksimal mungkin dan berupaya keras menghiasi diri dengan akhlak mulia.