Di Semarang ada Gereja Isa Almasih. Semula, gereja ini bernama Persekutuan Doa Sing Ling Kauw Hwee yang kemudian menjadi Gereja Sing Ling Kauw Hwee pada 1946. Pada 1955, lewat Konferensi Gereja-Gereja Sing Ling Kauw Hwee di Malang, diubahlah namanya menjadi Gereja Isa Almasih.
Salah satu alasannya, Isa Almasih lebih dikenal di Indonesia, karena ada kitab suci yang menyebutnya. Dengan menggunakan nama Isa Almasih, mereka berhaap gereja ini lebih dikenal oleh masyarakat luas. Alasan lainnya, misi gereja ingin menunjukkan keindonesiaan. Tidak semata menjangkau orang-orang keturunan Cina, melainkan juga orang Indonesia lainnya.
Di kalender Masehi, nama Isa Almasih juga dipakai untuk menyampaikan pengumuman hari libur nasional: “Wafatnya Isa Almasih”. Tapi pada kalender 2023 ini, banyak yang menulisnya sebagai “Jumat Agung” untuk menggantikan “Wafatnya Isa Almasih”.
Tulisan-tulisan mengenai naiknya Yesus Kristus banyak menyebutkan hari “Kenaikan Isa Almasih” atau “Kebangkitan Isa Almasih”. Tapi kini banyak yang menggantinya dengan hari Paskah.
Dalam Kristen/Katolik, tidak dikenal nama Isa Almasih. Yang mereka kenal adalah Yesus Kristus. Dalam Islam, Isa Almasih adalah nabi, dalam Kristen/Katolik, Yesus Kristus adalah Tuhan. Dalam Islam, Isa Almasih tidak wafat, dengan demikian tidak pula bangkit.
Ketika tiba hari libur nasional ini, koran-koran juga tidak terbit. Pengumumannya tidak terbit karena “Libur Nasional Wafatnya Isa Almasih”. Republika yang merupakan koran komunitas Muslim bagaimana menulisnya? Pada 2000-an, dicoba diubah menjadi “Libur Nasional Wafatnya Yesus Kristus”. Sempat muncul perdebatan karena dalam iman Islam tidak mengenal Yesus Kristus. Tapi, iman Islam sama sekali tidak mengenal Nabi Isa wafat.
Priyantono Oemar