REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melaporkan sebesar 1,1 persen dari total 8.600 sampel takjil di sejumlah daerah mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan. BPOM memperluas cakupan pengawasan makanan dan minuman takjil.
"Hasilnya temuan takjil turun 7,3 persen dari periode yang sama pada tahun lalu," kata Kepala BPOM RI Penny K Lukito dalam konferensi pers "Pengawasan Rutin Pangan selama Ramadhan" di Jakarta, Senin (17/4/2023).
Dia mengatakan, dari sekitar 8.600 sampel takjil yang diperiksa, sebesar 1,1 persen mengandung bahan berbahaya seperti formalin. Terhadap barang bukti pangan berbahaya bagi kesehatan itu, kata Penny, dilakukan penyitaan untuk proses pemusnahan.
Menurut Penny, penurunan temuan kasus itu dipengaruhi pemahaman masyarakat yang lebih selektif terhadap pangan berbahaya di pasaran. "Karena itu intensitas komunikasi dan edukasi terus dikembangkan bersama pihak pemda, tokoh masyarakat, dan edukasi kepada masyarakat bagaimana memilih produk yang baik," kata dia.
Dalam kegiatan itu, Penny juga mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai kandungan bahan baku garam, gula, dan lemak berlebih, yang berisiko memicu penyakit serius pada kemudian hari. "Hati-hati dengan kandungan gula, garam, dan lemak, karena bisa jadi bahaya. Aspek gula dan lemak tidak bisa dirasakan langsung, kalau karena bakteri bisa dirasakan langsung di pencernaan," ujarnya.
Sementara penyakit yang dipicu gula, garam, dan lemak, berpotensi memicu diabetes, jantung, kanker, dan ginjal pada kemudian hari.