Senin 17 Apr 2023 17:27 WIB

Muhammadiyah Soroti Larangan Penggunaan Fasum Atas Dasar Perbedaan Paham dengan Pemerintah

Ada pemda menolak izin penggunaan fasilitas umum untuk shalat Id kalangan Muhammdiyah

Sekretaris Umum (Sekum) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, fasilitas umum seperti lapangan seharusnya bisa digunakan masyarakat sesuai ketentuan bukan karena perbedaan paham agama dengan pemerintah. (ilustrasi)
Foto: istimewa/doc humas
Sekretaris Umum (Sekum) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, fasilitas umum seperti lapangan seharusnya bisa digunakan masyarakat sesuai ketentuan bukan karena perbedaan paham agama dengan pemerintah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyebut fasilitas umum/publik seperti lapangan maupun ruangan terbuka seharusnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai ketentuan, bukan karena perbedaan paham keagamaan. Pernyataannya ini sebagai respons atas penolakan izin shalat Id kalangan Muhammadiyah yang digelar pada Jumat (21/4/2023).

"Fasilitas publik seperti lapangan dan fasilitas lainnya adalah wilayah terbuka yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan pemakaian, bukan karena perbedaan paham agama dengan pemerintah," ujar Abdul Mu'ti saat dihubungi dari Jakarta, Senin (17/4/2023).

Baca Juga

Beberapa waktu lalu, Wali Kota Pekalongan mengeluarkan surat yang berisi pesan tidak bisa digunakannya Lapangan Mataram Kota Pekalongan untuk Salat Idul Fitri pada, Jumat 21 April 2023. Mereka mempersilakan penggunaan lapangan lain.

Bukan hanya terjadi di Pekalongan, Wali Kota Sukabumi juga mengeluarkan surat untuk Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Sukabumi yang mengajukan peminjaman Lapangan Merdeka Kota Sukabumi. Dalam surat itu disebutkan Lapangan Merdeka Kota Sukabumi akan digunakan untuk Shalat Id sesuai dengan ketetapan pemerintah.

Abdul Mu'ti mengatakan pemerintah sebagai penyelenggara negara berkewajiban menjamin kemerdekaan warga negara untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Menurutnya, melaksanakan ibadah Idul Fitri di lapangan terbuka bukan kegiatan politik maupun makar. Maka dari itu, Muhammadiyah meminta kepada pemerintah pusat supaya tidak membiarkan pemerintah kelas daerah membuat kebijakan yang inkonstitusional.

"Pemerintah pusat, seharusnya tidak membiarkan pemerintah daerah membuat kebijakan yang bertentangan dengan Konstitusi dan melanggar kebebasan berkeyakinan," kata dia.

Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau pemerintah daerah (Pemda) untuk mengakomodasi setiap permohonan izin penggunaan fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk kegiatan keagamaan, termasuk untuk Shalat Idul Fitri.

"Saya mengimbau kepada seluruh pemimpin daerah agar dapat mengakomodasi permohonan izin fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk penggunaan kegiatan keagamaan selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan," ujar Yaqut.

Jika terjadi perbedaan, Yaqut meminta masyarakat untuk saling menghormati. Perbedaan hendaknya direspon dan disikapi dengan bijak. "Saya mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk menghormati perbedaan pendapat hukum," kata dia.

Kepada seluruh pemimpin daerah, Menag juga meminta agar mereka dapat mengabulkan permohonan fasilitas umum untuk penyelenggaraan Shalat Id, sekalipun pelaksanaannya berbeda dengan hasil sidang isbat yang diputuskan Pemerintah.

Menurut Menag, hal ini penting untuk dilakukan dalam rangka merayakan perbedaan dengan cara arif dan bijaksana. Menag mengajak seluruh pihak untuk senantiasa menjadikan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat sebagai ruh dan spirit dalam kehidupan keberagamaan sehari-hari. Hal tersebut yang menurut Yaqut sebagai wujud Gerakan Moderasi Beragama yang dicanangkan Pemerintah Indonesia.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement