REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar menegaskan, pemerintah harus lebih yegas dan memastikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) benar-benar business to business (B2B). Sehingga seharusnya tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sama sekali.
"Yang perlu dipastikan itu proyek KCJB seharusnya B2B, saya kira cukup lah dana PMN disuntikkan, jangan lagi bebani APBN lagi sebagai penjamin investasi," ujar Muhaimin lewat keterangannya, Senin (17/4/2023).
Jika APBN digunakan sebagai penjamin utang proyek KCJB, maka fiskal negara akan terbebani hingga puluhan tahun untuk membayar beban utang proyek itu. Sebab, anggaran masih harus dialokasikan ke anggaran lain.
"Kita tahu masih banyak diperlukan investasi, proyek-proyek besar di daerah-daerah yang saat ini masih berjalan. Jadi pada intinya hindari betul APBN kita jadi jaminan utang, jangan sampai tersandra," ujar Muhaimin.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, China meminta utang untuk membiayai bengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung dijamin APBN. Hal ini terungkap usai Luhut melakukan kunjungan kerja ke China beberapa waktu lalu.
Namun, pemerintah sendiri tidak ingin hal itu dilakukan. Luhut menyebutkan pemerintah akan mengarahkan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk menjamin utang tersebut.
"Memang masih ada masalah psikologis ya, jadi mereka (China) maunya dari APBN. Tapi kita jelaskan prosedurnya akan panjang. Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," kata Luhut dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Marves, bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023) yang lalu.