REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus Idul Fitri 1444 hijriah. Dari jumlah tersebut, 145.599 di antaranya menerima remisi khusus (RK) I dan 661 mendapatkan RK II atau langsung bebas.
"Penerima RK Idul Fitri 1444 Hijriah ini terdiri dari 79.374 orang pelaku tindak pidana tertentu dan 66.886 orang pelaku tindak pidana umum," ujar Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Rika Aprianti dalam keterangannya, Sabtu (22/4/2023).
Sementara wilayah penerima remisi terbanyak, kata Rika Aprianti, adalah Sumatra Utara dengan sejumlah 15.515 orang. Disusul Jawa Barat sebanyak 15.475 orang, dan Jawa Timur sejumlah 15.408 orang.
Menurut Rika Aprianti, pemberian RK ini merefleksikan Idul Fitri sebagai kemenangan atas perjuangan melawan hawa nafsu. Kemenangan ini juga, kata dia, berlaku bagi narapidana yang dengan serius terus bertaubat dan memperbaiki diri. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly dalam sambutannya.
"Bapak Menteri menyebut bahwa masa pidana yang dijalani merupakan kesempatan untuk terus introspeksi diri dan sarana untuk mengasah kemampuan spiritual dan intelektual agar menjadi bekal saat warga binaan bebas dari Lapas, Rutan, atau LPKA," tutur Rika Aprianti.
Lebih lanjut, Rika Aprianti menambahkan, pemberian remisi merupakan reward atau penghargaan negara kepada narapidana. Tentunya narapidana yang selalu berusaha berbuat baik, memperbaiki diri, dan menjadi masyarakat yang berguna.
"Kami berharap remisi yang diberikan hari ini dapat memotivasi warga binaan untuk terus memperbaiki diri dan menghindari perbuatan yang melanggar hukum," harap Rika Aprianti.
Masih kata Rika Aprianti, RK Idul Fitri tidak hanya mempercepat reintegrasi sosial narapidana tapi juga dinilai berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72.810.405.000. Dia berpesan kepada seluruh warga binaan agar berperan aktif mengikuti segala bentuk program pembinaan.
"Dan menjadi insan yang taat hukum, berakhlak mulia, berbudi luhur, serta berguna bagi pembangunan bangsa," kata Rika Aprianti.
Rika Aprianti menjelaskan RK yang diterima narapidana merupakan salah satu hasil produk digitalisasi pelayanan publik. Hal itu sebagai salah satu upaya meminimalisasi praktik pungutan liar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Seperti sudah ditegaskan Bapak Menteri, warga binaan tidak perlu khawatir lagi untuk mendapatkan hak-haknya sepanjang memenuhi syarat yang telah ditentukan," ucap Rika Aprianti.