Kamis 27 Apr 2023 08:08 WIB

Kemenkes Beri Tips Hadapi Cuaca Panas Akhir-Akhir Ini

Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan bukanlah gelombang panas.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Fernan Rahadi
Tips hadapi cuaca panas tak biasa.
Foto: Republika
Tips hadapi cuaca panas tak biasa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta masyarakat untuk waspada ketika berada di luar ruangan pada kondisi cuaca panas tak biasa saat ini. Kemenkes memberikan sejumlah tips yang dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi tersebut.

"Memang cuaca panas beberapa hari ini dan ke depan sedang tidak biasa. Untuk itu mari kita ikuti tips agar terhindar dari dampak cuaca panas ketika sedang atau sering berada diluar ruangan," ujar Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, dalam keterangannya, Kamis (27/4/2023).

Ada sejumlah tips yang dia berikan. Dimulai dari mencegah dehidrasi dengan minum air yang banyak dan jangan menunggu haus. Kedua, hindari minuman berkafein, minuman berenergi, alkohol, dan minuman manis. Lalu hindari kontak dengan sinar matahari langsung dengan menggunakan topi atau payung.

"Memakai baju yang berbahan ringan dan longgar, hindari menggunakan baju berwarna gelap agar tidak menyerap panas, sebisa mungkin berteduh di antara jam 11 pagi sampai 3 siang," kata Syahril.

Tips berikutnya, jangan meninggalkan siapa pun di dalam kendaraan dalam kondisi parkir, baik dengan jendela terbuka maupun tertutup. Berikutnya, gunakan sunscreen minimal 30 SPF pada kulit yang tidak tertutup oleh baju sebelum keluar rumah. Terakhir, sediakan botol semprot air yang dingin di dalam kendaraan.

Syahril juga mengungkapkan gejala apa saja yang perlu diwaspadai oleh masyarakat di tengah cuaca panas tak biasa ini. Masyarakat perlu waspada apabila mengalami gejala keringat berlebih, kulit terasa panas dan kering, rasa berdebar atau jantung terasa berdetak lebih cepat.

Gejala berikutnya yang perlu pula diwaspadai adalah ketika merasa kulit terlihat pucat, kram pada kaki maupun abdomen, mual, muntah, pusing, dan urin yang sedikit dan berwarna kuning pekat.

"Jika muncul gejala tersebut, dinginkan tubuh dengan kain basah atau sponge basah pada pergelangan tangan, leher, dan lipatan tubuh lainnya serta banyak minum air. Jika masih bergejala, segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan perawatan," ujar Syahril.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan bukanlah gelombang panas. Menurut dia, ditilik mendalam dengan dua karakteristik ataupun statistik, tidak termasuk kategori gelombang panas karena tidak memenuhi kondisi yang ada.

"Suhu panas di Indonesia bukan gelombang panas dan suhu maksimum harian sudah mulai turun," kata Dwikorita dalam keterangannya, dikutip Rabu (26/4/2023).

Dia menyampaikan, secara karakteristik, fenomena suhu panas yang ada di Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus biasa tiap tahunnya. Sehingga, kata dia, potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

“Sedangkan secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2 derajat celsius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada 17 April 2023,” tutur dia.

Meski demikian, Dwikorita menjelaskan, suhu tinggi tersebut sudah turun. Kini, suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 derajat celsius hingga 36 derajat celsius di beberapa lokasi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement