REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dianjurkan bagi setiap Muslim untuk mentalqin orang yang akan meninggal dunia. Yakni menuntunnya membaca lafaz Laa Ilaa ha Ilallah. Namun demikian berapa banyak dan berapa lama seseorang dalam mentalqin orang yang akan meninggal?
Dalam kitab at Tadzkirah yang ditulis oleh Imam Qurthubi dijelaskan bahwa apabila seseorang mentalqin orang yang meninggal lalu orang yang akan meninggal itu mampu membaca talqin sebanyak satu kali, maka sebaiknya jangan lagi disuruh untuk mengulanginya. Para ulama terdahulu tidak suka memperbanyak membaca talqin orang yang akan meninggal dunia apabila orang tersebut telah paham akan membaca lafaz Laa Illaha Ilallah.
قال ابن المبارك : لقنوا الميت لا إله إلا الله، فإذا قالها فدعوه
Ibnu al-Mubarak berkata : Ajarkan orang yang akan meninggal dengan bacaan laa Ilaha ilallah. Jika dia telah mengucapkan lafaz tersebut, maka tinggalkanlah dia.
قال أبو محمد عبد الحق: وإنما ذلك لأنه يخاف عليه إذا ألح عليه بها أن يتبرم ويضجر ويثقلها الشيطان عليه، فيكون سبيل اسوء الخاتمه. وكذلك أمر ابن المبارك أن يفعل به.
Abu Muhammad Abdul Haq berkata: Hal tersebut dilakukan karena jika si mayat diajarkan secara terus menerus untuk membaca talqin, niscaya dia akan merasa terusik dan bosan, sehingga setan dengan mudah membuat lidahnya berat untuk mengucapkan talqin tersebut. Hal ini juga bisa menjadi salah satu penyebab su'ul khotimah. Ini juga diamalkan oleh Amr bin al Mubarak.
قال الحسن بن عيسى: قال لي ابن المبارك: لقني يعني الشهادة، ولا تعد علي إلا أن أتكلم لكلامه ثان.
Al Hassan Ibnu Isa mengatakan bahwa Ibnu Al Mubarak berkata kepadanya: talqinkan aku jika aku meninggal dan berhentilah ketika aku telah membaca talqin sebanyak dua kali.
Maksudnya apabila orang yang akan meninggal dunia selalu mengingat Allah di dalam hatinya maka orang tersebut akan selamat karena yang dinilai adalah amalan hatinya (bukan amalan lidahnya). Jika lidah saja yang berbicara tetapi hatinya tidak, maka hal itu tidak bermanfaat bagi dirinya.