Jumat 05 May 2023 05:50 WIB

Kisah Pribumi: Pahlawan Thomas Cup dan Kirim Doa Tahlil ke Snouck Hurgonje

Kisah generasi Keturunan Snouck Hurgronye di Indonesia

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Partner
.
Foto: network /Muhammad Subarkah
.

Apakah kita akan terus mengklaim diri sebagai orang asli Indonesia? Apakah kita juga akan terus nekad melihat keturunan asing adalah pembawa bencana bagi Indonesia?

Jawabnya, jelas Tidak. Sama sekali tidak. Orang Indonesia tidak ada yang asli. Mereka berdarah campuran layaknya makanan gado-gado. Ada keturunan China, Asia Belakang (Yunan), Arab, Kaukasia, Eropa, dan lainnya.

Dan kalau berani jujur, yang paling berhak mengklaim diri sebagai orang asli 'Nusantara' hanya pada manusia purba asal dusun Andong, Trinil, Jawa Tengah, yakni manusia yang disebut Phithecan Tropus Erecktus. Dan menurut para ahli mereka ini kemudioan terdesak hingga ke bahgian timur Indonesia sana, yakni negeri Papua. Jadi kalau orang Papua nekad, malah mereka bisa balik mengklaim diri sebagai pemilik asli kawasan Nusantara (Jawa/Indonesia).

Ras di luar mereka justru adalah para pendatang atau 'kasarnya' orang kontrakan saja. Bukankah banyak orang yang juga tidak percaya Majapahit dan Sriwijaya adalah imperium. Majapahit malah ada yang sebut kerajaan yang didirikan oleh orang yang merupakan para keturunan bangsa Khmer belaka.

Nah, bila sekarang di layar televisi tengah melihat pertandingan perebutan Piala Thomar Cup di Thailand, harap jangan di lupa mereka yang pertama kali pembawa piala itu adalah para warganya keturunan, alias bukan asli. Tak hanya beretnis China di sana ada juga para keturunan atau 'sinyo' Belanda. Salah satunya adalah Fery Soneville yang keturunan Belanda itu.

Namun, fakta baru yang paling mengejutkan adalah salah satu 'pahlawan' pembawa piala Thomas Cup' pertama itu adalah pemain, yang juga disebut oleh Tan Joe Hok, sekaligus manajer tim bernama Edi Yusuf. Sekilas namanya berakses pribumi, yakni 'Urang Sunda'. Tapi masih banyak yang tidak tahu akang Eddy Yusuf ini adalah keturunan Belanda atau asli balasteran Belanda-Sunda.

Dan tak tanggung-tanggung darah Eddy Yusuf ternyata terkait langsung dengan Indonesiasianis Indonesia yang sangat terkenal era kolonial, yaitu Snouck Hurgronye. Yang paling mengejutkan sisilah Eddy Yusuf sebagai keturunan Snouck Hurgronye diakui oleh mantan dosen Filsafat UGM: Achmad Charris Zubair, yang kini tinggal di kota Gedhe, Yogyakarta.

''Iya Eddy Mulyadi pemain Thomas Cup itu memang cucu dari Snouck Hurgronye. Dia juga masih sedarah dengan saya, bahkan dengan anggota BUPKI/PPKI dan tokoh umat Islam salah satu penanda tangan Piagam Jakarta, yakni Prof DR KH Kahar Muzakkir. Saya hubungan darah dengan Snouck dari pihak ibu dan juga dari pihak bapak saya,'' kata Achmad Charris Zubair.


Snouck Hurgronje bersama isteri dan para keturunannya.
Snouck Hurgronje bersama isteri dan para keturunannya.

Uniknya lagi pengakuan bila Kahar Muzakkir -- dan juga Edy Yusuf masih keturunan Snouck Hugronye dituliskan dalam buku legendaris soal keberadaan Muhammadiyah yang ditulis peneliti Jepang pada tahun 1970-an, Mitsuo Nakamura: "Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin". Dalam salah satu bahasan di buku itu Nakamura menulis tentang Prof Kahar Mudzakir yang mengirim doa untuk Snouck Hugronye dalam sebuah pertemuan keluarga di rumahnya di Kota Gede.

Charis mengatakan:"Di buku Mitsuo Nakamura 2017 "Bulan Sabit Terbit di atas Pohon Beringin" Penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta hal 104 tertulis kesaksian Nakamura ketika Abdul Kahar Muzakkir dalam pertemuan keluarga Bani Mukmin 23 November 1970, memimpin doa untuk orang tua yang sudah wafat dan menyebut doa tersebut juga ditujukan untuk Snouck Hugronye."

"Dari garis ayah, saya adalah keponakan tokoh besar Islam Indonesia dan Pahlawan Nasional Abdul Kahar Muzakkir. Beliau sepupu sekaligus adik ipar ayah saya. Dari garis ibu, saya adalah kemenakan (dari pernikahan kerabat) Snouck Hurgronye seorang yang dalam catatan sejarah adalah biang keladi penjajah Belanda untuk melemahkan Islam di Indonesia," tutur Charis. Dia mengunggah kisah ini di Facebook dan perbincangan di WA grup Paguyuban Penulis 'Satu Pena'.

Uniknya unggahan Achmad Charris Zubair di media sosial dibaca oleh Prof Mitsoa Nakamura yang bermukim di Jepang. Dia membalas tulisan itu. Dan bila dibaca tulisan itu bernada mengharukan karena seakan menjadi pertemuan dua 'anggota keluarga'. Nakamura membalas dengan memakai bahasa Inggris:

Dear Pak Charis.

Thank you for mentioning my works in your recent facebook message. It's difficult to know what Pak Kahar Muzakkir was actualy thinking abaout Snouck Hurgonje when he offerred doa for him. One thing clear is that regarded Snouck Hurgronje as one is keluarga/Bani members. Many feelling about Snouck Hurgronje is that Indonesian public was (still is) to harsh on him. He was not a spion but scholar/adminstrator. Certainly his knowlegde and uderstanding of Indonesian Islam or Islam in general form of 'adivice' was utilized for conttrol of Muslim community in Indonesia and for the owes political responsibility. But, his academic contribution, especialy, his study on Jawa community in Mecca and 'Actjehnese' history and ethnography has a long-lasting value until today. So he was double faced as scholar/adminstrator , or more exactly, as a Muslim, i.e.a family members of Indonesian Muslim Community, 'triple faced'. We are all like that-kenicaan!. Salam to the Bani Mukmin members and semua handai taulan kami di Kota Gede! Selamat Idul Fitri 1403 H, Mohon Maaf Lahir Batin.

Pak Charis yang terhormat.

Terima kasih telah menyebutkan karya saya di pesan facebook terbaru Anda. Sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan Pak Kahar Muzakkir tentang Snouck Hurgonje ketika dia menawarkan doa untuknya. Satu hal yang jelas adalah bahwa menganggap Snouck Hurgronje sebagai satu adalah anggota keluarga/Bani mukmin Banyak perasaan tentang snouck hurgronje adalah bahwa masyarakat Indonesia (masih) terlalu keras padanya. Dia bukan spion tapi sarjana/administrator. Tentu pengetahuan dan pemahamannya tentang Islam Indonesia atau Islam pada umumnya berupa 'nasehat' digunakan untuk menguasai umat Islam di Indonesia dan untuk tanggung jawab politik. Namun, kontribusi akademisnya, terutama kajiannya tentang komunitas Jawa di Mekkah dan sejarah serta etnografi 'Actjehnese' memiliki nilai yang bertahan lama hingga saat ini., Jadi dia bermuka dua sebagai ulama/administrator, atau lebih tepatnya, sebagai seorang Muslim, yaitu anggota keluarga Komunitas Muslim Indonesia, 'bermuka tiga'. Kita semua seperti itu-kenicaan!. Salam kepada anggota Bani Mukmin dan semua handaitaulan kami di Kota Gede! Selamat Hari Raya Idul Fitri 1403 H, Mohon Maaf Lahir Batin.

(Mistuo Nakamura & Hisako)


Sedangkan ketika menyinggung kapan terakhir bertemu dengan sang cucu Snouck Hurgronye yang menjadi salah satu pemain sekaligus manajer tim dari para pemain yang pertama kali membawa Piala Thomas ke Indonesia pada tahun 1958, yakni Eddy Yusuf, Achmad Charris Zubair, mengatakan terakhir bertemu dia di Bandung.

''Saya hanya pernah bertemu sekali di Bandung. Kala itu Pak Eddy Yusuf tinggal di Bogor,'' tegasnya.

Sementara itu pada pekan depan (13/5/2023) ada acara peluncuran buku biografi dari Scouk Hurgronje di Perpustakaan Nasional Jakarta. Penuisnya adalah pakar sejarah Belanda, Anton Stolwijk. Dia penulis masa kini tentang Aceh yang sangat bagus.Buku ini penting sebab sejarah Perang Aceh kajiannya tak bisa dilepaskan dari sosok Hurgronje.

"Anton Stolwijk adalah teman baik saya sewaktu kuliah di Univeritas Leiden, Belanda. Dia generasi pakar sejarah Aceh masa kini di Belanda,'' kata pengamat Intelejen,, Al Chaidar Abdurrahman Puteh.

sumber : https://algebra.republika.co.id/posts/213786/kisah-pribumi-pahlawan-thomas-cup-dan-kirim-doa-tahlil-ke-snouck-hurgonje
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement