Sabtu 20 May 2023 12:29 WIB

Memaafkan Terbukti Bikin Kesehatan Mental Jadi Lebih Baik

Menyimpan dendam merupakan pilihan tidak sehat untuk jiwa.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Seseorang dibekap emosi (ilustrasi). Tidak semua orang benar-benar bermaksud menyakiti ketika mengkritik Anda.
Foto: www.freepik.com
Seseorang dibekap emosi (ilustrasi). Tidak semua orang benar-benar bermaksud menyakiti ketika mengkritik Anda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesehatan mental tentu perlu diperhatikan demi kesejahteraan hidup. Menyimpan dendam merupakan pilihan tidak sehat untuk jiwa.

Hal itu didukung oleh sebuah studi baru dari Harvard University, yang mengungkapkan bahwa memaafkan orang lain dapat bermanfaat bagi kesehatan mental secara keseluruhan. Peneliti internasional di Harvard T.H. Chan School of Public Health di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat mempelajari 4.598 subjek dari lima negara, yakni, Kolombia, Hong Kong, Indonesia, Afrika Selatan, dan Ukraina.

Baca Juga

Peserta yang diteliti adalah mereka yang mengaku telah disakiti atau tersinggung akibat sikap orang lain. Subjek diambil melalui latihan mandiri bernama "forgiveness workbook".

"Buku kerja ini terkait dengan berbagi strategi, termasuk bagaimana mengingat kembali perasaan sedih dibandingkan menekannya, serta berempati dengan pelaku," kata peneliti Harvard, Tyler VanderWeele selama sesi tanya jawab dengan New York Times bulan lalu, dikutip dari Fox News, Jumat (19/5/2023).

Selama dua pekan setelah menyelesaikan latihan mandiri, para peserta melaporkan berkurangnya gejala kecemasan dan depresi dibandingkan dengan mereka yang tidak mencatat di buku kerja. VanderWeele mengindikasikan bahwa disposisi untuk memaafkan "berpotensi sangat dibutuhkan" dengan "meningkatnya polarisasi masyarakat" saat ini. Orang juga diperkirakan menjadi lebih pemaaf ketika memikirkan kembali bagaimana berinteraksi dengan dunia "secara lebih umum".

"Ini pasti tidak akan menjadi yang terakhir kalinya saya disakiti atau tersinggung oleh orang lain, jadi ketika ini terjadi lagi, mungkinkah saya berada dalam posisi yang lebih baik untuk memaafkan?" kata VanderWeele.

Dr M David Rudd, profesor psikologi terkemuka di University of Memphis, memberikan tanggapan terhadap penelitian tersebut. Dia mengatakan temuan itu konsisten dengan apa yang diketahui selama ini tentang bekerja dengan mereka yang berjuang dengan masalah pasca trauma selama beberapa waktu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement