REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan, pihaknya tengah mengklarifikasi Bank Syariah Indonesia (BSI) terkait kasus serangan siber yang dialami sistemnya beberapa waktu lalu.
Menurut Direktur Jendral Aplikasi dan Informatika (Dirjen APTIKA) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan klarifikasi itu dilakukan setelah Kemenkominfo mendapatkan laporan bahwa diduga terjadi kebocoran data pada serangan siber tersebut. "Kami sendiri baru berhasil mendapatkan percontohannya dan kita sedang mengkajinya. Dan kita akan mintakan klarifikasi lagi ke BSI," ujar Semuel saat ditemui di Jakarta, Senin.
Semuel mengatakan, jika nantinya ditemukan celah pada sistem BSI dan benar ditemukan kebocoran data, pihaknya akan memberikan rekomendasi agar sistem diperbaiki sehingga kejadian serupa tidak terulang.
Lebih lanjut, keterlibatan Kemenkominfo dalam penanganan serangan siber terhadap BSI merupakan bagian dari transisi menuju penerapan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang baru bisa berlaku penuh pada 2024.
"Ini kan masih transisi, jadi baru berlaku sepenuhnya termasuk sanksi-sanksinya pada 2024. Sementara ini masih Kemenkominfo yang menangani laporan ini (terkait kebocoran data)," ujar Semmy.
Pria yang akrab disapa Semmy itu menjelaskan selama masa transisi Kemenkominfo masih akan bertanggung jawab menangani kasus terkait serangan siber yang berkaitan dengan kebocoran data.
Namun, setelah 2024, nantinya akan ada lembaga khusus yang ditugaskan untuk penegakan kasus serupa.
"Kalau kasusnya terjadi pada 2024, nah itu sudah pasti ada sanksinya karena sudah ada PP (peraturan pemerintah) dan ada lembaga baru yang menangani. Pokoknya Kemenkominfo udah selesai tugasnya," kata Semmy.
Sebelumnya, pada pertengahan Mei 2023 tepatnya Kamis (11/5) BSI mengungkapkan perbankan-nya sulit diakses karena adanya dugaan serangan siber. Para nasabah khususnya mulai mengalami masalah kesulitan akses sejak Senin (8/5).
Sebagai bagian penanganan, BSI mengaku telah berkoordinasi untuk investigasi terkait serangan siber yang dialami pihaknya kepada pemangku kepentingan lainnya, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
BSI memastikan layanannya tetap memprioritaskan kepentingan nasabah, termasuk perlindungan data serta dana konsumen.