Senin 22 May 2023 16:53 WIB

Rusia: G7 Sudah Berubah Jadi Inkubator Inisiatif Destruktif

Rusia turut menyoroti bagaimana ia dan Cina dibidik dalam komunike G7.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Foto selebaran yang disediakan oleh Tuan Rumah KTT G7 Hiroshima menunjukkan (kiri-kanan) Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, Presiden Indonesia Joko Widodo, Perdana Menteri Jepang Menteri Fumio Kishida, Presiden Komoro Azali Assoumani, Presiden AS Joe Biden, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menghadiri sesi penjangkauan di Grand Prince Hotel Hiroshima selama KTT G7 Hiroshima di Hiroshima, Jepang, 20 Mei 2023. KTT G7 Hiroshima akan diadakan dari 19 hingga 21 Mei 2023.
Foto: EPA-EFE/G7 Hiroshima Summit Host
Foto selebaran yang disediakan oleh Tuan Rumah KTT G7 Hiroshima menunjukkan (kiri-kanan) Kanselir Jerman Olaf Scholz, Perdana Menteri Kepulauan Cook Mark Brown, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, Presiden Indonesia Joko Widodo, Perdana Menteri Jepang Menteri Fumio Kishida, Presiden Komoro Azali Assoumani, Presiden AS Joe Biden, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menghadiri sesi penjangkauan di Grand Prince Hotel Hiroshima selama KTT G7 Hiroshima di Hiroshima, Jepang, 20 Mei 2023. KTT G7 Hiroshima akan diadakan dari 19 hingga 21 Mei 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia memandang sinis hasil KTT G7 yang digelar di Hiroshima, Jepang, pada 20-21 Mei 2023. Moskow menilai, saat ini G7 telah menjadi wadah untuk menghasilkan inisiatif destruktif yang mengguncang stabilitas global.

Rusia mengungkapkan, G7 dulunya asosiasi yang anggotanya mengoordinasikan posisi mereka di berbagai isu dalam agenda global. “Tapi sekarang, G7 telah terdegradasi secara permanen. G7 telah berubah menjadi inkubator untuk merawat, di bawah kepemimpinan Anglo-Saxon, inisiatif destruktif yang mengguncang stabilitas global,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia, Ahad (21/5/2023), dikutip kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Menurut Moskow, inisiatif-inisiatif yang dihasilkan G7 nantinya dijejalkan kepada negara-negara pro-Amerika, mencakup anggota Uni Eropa, NATO, dan negara satelit Negeri Paman Sam lainnya. Rusia turut menyoroti bagaimana ia dan Cina dibidik dalam komunike G7.

“Hasil utamanya (KTT G7) adalah serangkaian pernyataan yang diisi dengan bagian-bagian menjijikkan dari karakter anti-Rusia dan anti-Cina. Negara anggota G7 tidak ragu menggoda negara-negara non-Barat untuk memenangkan mereka ke pihaknya serta tidak membiarkan mengembangkan hubungan dengan Rusia dan Cina," kata Kemenlu Rusia.

Rusia pun mencibir upaya G7 menampilkan diri sebagai pendukung hukum dan keadilan dalam urusan internasional. Menurutnya, hal itu merupakan olok-olok sejarah serta akal sehat.

“Jelas G7 merupakan faktor utama dari semakin parahnya permasalahan global. Ia tidak dapat mewakili kepentingan pusat-pusat pembangunan lain, terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin,” ungkap Kemenlu Rusia.

“Masing-masing negara G7 membanggakan reputasinya di bidang advokasi nilai-nilai demokrasi. Namun nyatanya, tak satu pun dari anggota kelompok ini yang dapat membanggakan reputasi bersih dalam hal menghormati hak dan kebebasan internasional,” kata Kemenlu Rusia menambahkan.

Rusia menilai, aturan yang ditekankan G7 hanya untuk melayani kepentingannya sendiri. Sementara kebijakan independen negara ketiga akan dianggap G7 sebagai ancaman. Pada saat bersamaan, Rusia melihat bisnis G7 terus menjarah sumber daya di belahan bumi Timur dan Selatan.

Dalam komunike para pemimpin G7 yang dirilis setelah KTT pada Sabtu (20/5/2023) pekan lalu, salah satu poinnya adalah mengutuk agresi Rusia ke Ukraina. “Kami sekali lagi mengutuk dengan sekeras-kerasnya perang agresi Rusia melawan Ukraina, yang merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB. Perang agresi brutal Rusia merupakan ancaman bagi seluruh dunia yang melanggar norma, aturan, dan prinsip dasar komunitas internasional,” demikian bunyi komunike para pemimpin G7.

Para pemimpin G7 juga menegaskan kembali dukungan untuk Ukraina. “Kami berkomitmen untuk mengintensifkan dukungan diplomatik, keuangan, kemanusiaan, dan militer kami untuk Ukraina, guna meningkatkan kerugian pada Rusia dan mereka yang mendukung perangnya,” kata mereka.

Dalam komunikenya, G7 pun menyatakan siap membangun hubungan konstruktif dan stabil dengan Cina. Namun mereka menentang klaim teritorial Cina di Laut Cina Selatan. “Tak ada dasar hukum untuk klaim maritim Cina yang luas di Laut Cina Selatan, dan kami menentang aktivitas militerisasi Cina di wilayah tersebut,” ujar para pemimpin G7.

G7 juga menyorot ketegangan di Selat Taiwan. “Kami menegaskan kembali pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan sebagai hal yang sangat diperlukan untuk keamanan dan kemakmuran masyarakat internasional. Tidak ada perubahan dalam posisi dasar anggota G7 di Taiwan, termasuk menyatakan satu kebijakan Cina. Kami menyerukan resolusi damai untuk masalah lintas-selat,” kata G7.

G7 juga menyinggung tentang situasi hak asasi manusia (HAM) di Negeri Tirai Bambu dalam komunikenya. “Kami akan terus menyuarakan keprihatinan kami tentang situasi HAM di Cina, termasuk di Tibet dan Xinjiang, di mana kerja paksa menjadi perhatian utama kami. Kami meminta Cina menghormati komitmennya di bawah Sino-British Joint Declaration and the Basic Law, yang mengabadikan hak, kebebasan, dan otonomi tingkat tinggi untuk Hong Kong,” kata G7. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement