REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan, penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional tidaklah mudah. Proses panjang telah dilalui, di mana KUHP Nasional mulai dirancang pada 1958 dan baru disahkan pada 6 Desember 2022.
Artinya, kata dia, butuh waktu hingga 64 tahun untuk menyusun KUHP Nasional ini. "Membentuk KUHP Nasional di negara multi etnis, multi religi, dan multikultur tidaklah mudah. Setiap isu selalu menjadi kontroversi dan tidak mungkin sempurna," kata Edward dalam acara Kumham Goes to Campus yang digelar di Kampus B Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat (26/5/2023).
Edward melanjutkan, perdebatan terkait satu isu yang tertuang dalam KUHP Nasional tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan pemerintah atau masyarakat dengan DPR saja. Akademisi dan para ahli pun harus melalui perdebatan panjang untuk memformulasikan suatu isu ke dalam KUHP Nasional.
"Tetapi ketika telah diputus menjadi kesepakatan bersama harus kita taati dan ini harus kita sosialisasikan kepada masyarakat," ujarnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UGM itu menambahkan, meski membutuhkan waktu hingga 64 tahun, penyusunan KUHP Nasional masih lebih cepat dibanding negara lain. Ia mencontohkan Belanda yang luas negaranya jauh lebih kecil dengan masyarakatnya yang homogen, membutuhkan waktu hingga 70 tahun untuk menyusun KUHP.
"Tidak ada satu negara pun di dunia ini ketika dia selesai dari jajahan dia cepat membentuk KUHP. Belanda saja membutuhkan waktu 70 tahun setelah lepas dari jajahan Prancis. Padahal dia homogen, jumlah penduduknya tidak seberapa. Kita heterogen, multi etnis multi religi, dan multi kultur hanya membutuhkan waktu 60 tahun itu masih wajar," kata dia.