Selasa 30 May 2023 05:54 WIB

40 Persen Remaja Putri di Jabar Idap Anemia, Faktor Penyebab Terjadinya Stunting

Remaja putri menjadi kelompok sasaran pencegahan risiko stunting.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
40 persen ramaja putri di Jabar idap anemia.
Foto: www.freepik.com
40 persen ramaja putri di Jabar idap anemia.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Stunting masih menjadi persoalan yang terus digenjot Pemerintah Kota Bandung demi mencapai target zero stunting. Meski berdasarkan survei status gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting terus menunjukkan penurunan, tapi upaya antisipasi tetap terus digencarkan. Salah satunya dengan pencegahan dari hulu. 

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan, saat ini, remaja putri menjadi kelompok sasaran pencegahan risiko stunting. Hal ini merujuk hasil temuan survei, yang dilakukan Pemprov Jabar, terkait tingginya kasus anemia pada remaja putri di Jawa Barat, mencapai 1,7 juta orang. "Karena memang langkah penanggulangan stunting sudah cukup maju ke hulu, salah satu penyebab stunting itu kan anemia, menurut survei di Jabar 40 persen remaja putri (12-18 tahun) banyak menderita anemia," kata Anhar saat ditemui di Gor Saparua Kota Bandung, Senin (29/5/2023). 

Langkah intervensi, menurut Anhar, perlu dilakukan secara besar-besaran agar seluruh remaja putri di Kota Bandung dapat terlepas dari anemia dan terhindar dari risiko stunting. Upaya yang dilakukan berbentuk pemberian obat penambah darah secara rutin ke sekolah-sekolah, kata Anhar. Dengan harapan, angka anemia pada remaja putri di Kota Bandung bisa menurun.

"Kita targetkan pemberian tablet penambah darah setiap pekan, kalau ini berhasil diharapkan angka anemia bisa turun. Sehingga ketika mereka sudah memasuki usia menikah, mereka bisa lebih sehat dan siap, juga terhindar dari potensi stunting," katanya. 

Penyuluhan tentang pentingnya pola makan sehat juga akan dibumikan di sekolah-sekolah, sambung Anhar. Menurut dia, gaya hidup modern yang serba-instan memang menjadi tantangan yang berat apalagi jika berkaitan dengan perubahan perilaku anak. 

Kuncinya, memang edukasi berkelanjutan agar mereka bisa memilih makanan yang lebih seimbang gizinya, "Street food kita kan sejenis cilok yang secara nilai gizi kuranglah, itu yang perlu kita ubah," kata Anhar.

Karena itu, kata dia, perlu menanamkan kesadaran pentingnya gizi seimbang pada anak. Programnya pun adalah melalui pemberian edukasi. 

Program ini, menurut Anhar, akan dilakukan di SMP dan SMA di Kota Bandung, dan menyasar sekitar 120 ribu anak. Dia mengatakan, dalam beberapa bulan belakangan, upaya edukasi telah cukup rutin dilakukan ke sekolah-sekolah. Anhar mengatakan penyuluhan ini juga bersifat multisektoral karena melibatkan tidak hanya dokter dan ahli gizi, tetapi juga psikiater dan akademisi. 

"Dilakukan sepekan dua kali (Rabu dan Jumat) dan ini sudah berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Jadi kita keliling ke SMP dan SMA. Biasanya penyuluhannya per tim, jadi ada dokter, psikiater, ada juga ahli gizi, dan akademisi," ujarnya.

Pelaksana Harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna telah menginstruksikan para OPD terkait, untuk memasifkan upaya penyuluhan dan pengedukasian tentang pola makan sehat ke sekolah-sekolah. Langkah ini, dilakukan agar generasi muda dapat lebih memahami pentingnya pola makan sehat dan terhindar dari kebiasaan mengonsumsi makanan sehat, seperti rendah gizi, mengandung lemak jenuh, dan tinggi glukosa. 

"Kita juga akan tekankan kepada generasi muda bahwa ini adalah saatnya menerapkan pola hidup sehat, melalui edukasi ke sekolah-sekolah tentang bagaimana pola makan yang baik dan benar," kata Ema saat ditemui di kegiatan Gerakan Pangan Murah di Gor Saparua Kota Bandung, Senin (29/5/2023). 

Ema mengatakan, penyuluhan multi sektor ini juga tidak hanya fokus pada penanaman pola hidup sehat. Namun, juga sebagai upaya pengentasan sejumlah masalah lain, seperti stunting, pernikahan dini, dan risiko penyakit tidak menular pada anak. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement