REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PT Jasa Marga berencana akan melakukan penyesuaian tarif untuk ruas jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) dan Padalarang-Cileunyi (Padaleunyi) pada 5 Juni 2023 mendatang.
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jawa Barat Daddy Rohanady mengatakan, secara bisnis kenaikan tarif ini sah saja dilakukan. Karena, akan ada potensi kenaikan volume kendaraan, bila Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) operasionalnya jadi dilakukan pada Juni kelak.
“Kelihatannya kawan-kawan pengelola jalan tol menaikkan secara berkala. Saya paham, di satu sisi sesungguhnya berkaitan dengan frekuensi yang bakal naik juga. Ketika Tol Cisumdawu Juni ini kelar, sebagai pengusaha, berpikir ini peluang,” ujar Daddy kepada wartawan, Selasa (30/5/2023).
Namun, Daddy menilai, besaran kenaikan yang telah ditetapkan seharusnya bisa dikaji ulang. Karena, nantinya akan berdampak pada sektor lain, tertama masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Dia khawatir, masyarakat akan semakin kelimpungan atas kebijakan tersebut. “Contoh, misal tarif tol Rp10 ribu dan sekarang naik menjadi Rp 10.500. Kelihatannya kecil. Tapi sesungguhnya itu 5 persen. Lumayan. Ini agak merepotkan masyarakat, karena kejar-kejaran dengan inflasi," katanya.
Di sisi lain, kata dia, barang akan mengalami kenaikan sebagai dampak naiknya tarif tol. Padahal, income per kapita tidak sebesar itu.
"Jadi miris juga. Pihak yang berkaitan harusnya mempertimbangkan. Kalau naik, kita paham. Tapi naiknya berapa, itu jadi masalah. Harusnya memperhitungkan orang lain,” katanya.
Daddy mencontohkan, saat ini harga telur naik. Pasti nanti, saat ada kenaikan tarif tol, harga telur pasti akan naik lagi.
"Soalnya ada biaya transportasi yang pastinya pengusaha akan bebankan ke masyarakat,” katanya.
Selain itu, Daddy berharap, frekuensi kenaikan juga bisa dipikirkan. Jangan sampai, terjadi kenaikan lebih dari satu kali dalam setahun.
Jadi, kata Daddy, apapun yang diputuskan oleh pemerintah, harus betul-betul dikaji secara matang dan mempertimbangkan segala aspek sebelum mengambil suatu kebijakan. Apalagi, saat ini masyarakat masih dalam proses pemulihan ekonomi, pasca dampak pandemi Covid-19.
“Masalah naik, semua paham. Tapi, dalam kondisi seperti ini (pasca pandemi), harus dipikirkan secara matang. Kalau boleh saya berpendapat, persentasenya harus dihitung ulang," tegasnya.