REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agung Sasongko dari Madinah, Arab Saudi
MADINAH -- Menjadi semacam tradisi di kalangan masyarakat Indonesia saat bepergian jauh untuk menyisihkan waktu mencari oleh-oleh. Tradisi ini berlaku pula saat pelaksanaan ibadah haji.
"Lazim-nya orang timur, setelah bepergian jauh, pasti kita akan ditanya oleh-oleh sebagai tanda kasih dan sebagai cendera mata bagi sanak saudara dan tetangga sekitar rumah," kata Nana Sudiana, jamaah haji asal Semarang saat ditemui Jumat, (2/6/2023).
Diakuinya, masalah oleh-oleh ini akan mempengaruhi tiga hal yakni soal biaya yang besar jumlahnya, kapasitas koper atau tas jamaah yang terbatas beratnya.
"Ketiga adalah adanya batasan jumlah yang diatur regulasi (seperti Kemenag dan bahkan bea cukai)," papar Direktur Akademizi ini.
Nana biasanya untuk mensiasati hal tersebut membeli oleh-oleh sejak dini dengan membelinya terlebih dahulu di Tanah Air sebelum keberangkatan haji.
"Apalagi barang-barang besar seperti sajadah, gamis dan mainan anak-anak serta makanan-makanan khas seperti kurma, coklat, kismis dan lain sebagainya, kini telah banyak yang menjualnya di tanah air," katanya.
Belum urusan kuliner, kata Nana, godaan untuk eksplorasi makanan khas yang ada begitu tinggi. Kalau dia, biasanya memilih. Sesekali mencicipi makanan yang unik dan berbeda."Paling gitu sih," katanya.
Dari pantuan Republika, banyak toko di kawasan Markaziyah, Madinah, mulai diserbu jamaah haji Indonesia. Mereka berburu oleh- oleh mulai dari sajadah, tasbih, kurma, parfum, dupa, dan pernak-pernik lain.