REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Trotoar di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS), Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, diblokade selama bertahun-tahun. Koalisi Pejalan Kaki mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membuka akses trotoar bagi pejalan kaki di titik tersebut.
Koalisi membandingkan penutupan trotoar dengan pembongkaran ruko di Pluit, Jakarta Utara, yang memakan bahu jalan. Sejumlah ruko akhirnya dibongkar setelah Ketua RT 02, RW 03, Kelurahan Pluit, Riang Prasetya, menemukan pelanggaran pembangunan ruko yang melewati batas garis jalan.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengatakan, keluhan atas hak pejalan kaki yang tidak terpenuhi di trotoar depan Kedubes AS telah disampaikan sejak Joko Widodo (Jokowi) menjadi gubernur DKI Jakarta pada 2012. Artinya, sudah satu dekade lebih aspirasi itu disuarakan agar fasilitas umum digunakan sebagaimana mestinya oleh pejalan kaki.
Hingga kini, akses melintasi trotoar tersebut masih diblokade. Berdasarkan pantauan Republika.co.id pada Senin (5/6/2023) siang WIB, trotoar depan Kedubes AS masih ditutup dengan pembatas beton dan kawat berduri. Para pejalan kaki harus mengalah dengan turun ke bahu jalan, baik dari Jalan Ridwan Rais menuju Jalan Medan Merdeka Selatan maupun sebaliknya.
Hal itu menjadi ironis karena trotoar di sepanjang Jalan Merdeka Selatan dapat diakses pejalan kaki. Bahkan, di depan Istana Wakil Presiden yang bersebelahan dengan Kedubes AS, pun jalur pedestrian bisa diakses warga. Alfred pun mempertanyakan bagaimana komunikasi antara Pemprov DKI dan Kedubes AS dalam menanggapi keluhan warga bisa dicarikan solusinya.
"Bahkan akhir-akhir ini Dinas Bina Marga (DKI Jakarta) kan baru membangun trotoar Jalan Medan Merdeka Selatan, terus saya tanya ini kenapa terputus? Kenapa sampai ke Istana Wapres saja? Tidak sepanjang jalan Medan Merdeka Selatan?" kata Alfred menegaskan, saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Senin (5/6/2023).
Alfred menjelaskan, diblokadenya trotoar depan Kedubes AS telah memakan hak pejalan kaki. Terlebih, dia melanjutkan, hal itu menimbulkan kondisi bahaya bagi pejalan kaki yang mau tidak mau melintasi bahu jalan, juga bagi pengendara yang menghindari para pejalan kaki saat melintas.
"Kalau pagi dan sore volume pejalan kaki tinggi banget yang hanya diproteksi dengan traffic cone. Dan bulan lalu saya sempat menolong ojek online yang terjatuh di situ karena dia menghindari pejalan kaki di batas traffic cone," ujar Alfred.
Dia menyebut, jika ruko di Pluit bisa dibongkar, seharusnya hal sama juga berlaku bagi trotoar di depan Kedubes AS. "Ruang publik ini fasos fasum ada namanya garis sepadan jalan garis sepadan bangunan itu diblok enggak bisa diakses, sementara bicara yang trotoar sama drainase dipakai pemilik warung (kasus di Pluit) berantemnya enggak keruan," kata Alfred.
"Sedangkan, yang ini enggak ada yang merasa terganggu padahal akses pejalan kaki. Jadi, sama kan yang masalah Pak RT dengan warung-warung karena menyerobot ruang publik," ujar Alfred membeberkan.