Selasa 13 Jun 2023 05:01 WIB

Bahaya, Sikap Egois dan Hedon Anak Muda Hambat Pencapaian Indonesia Emas 2045

bangsa ini tidak memiliki harapan untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Erdy Nasrul
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo berbicara tentang Indonesia Emas 2045.
Foto: Republika/bowo pribadi
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo berbicara tentang Indonesia Emas 2045.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyebutkan saat ini semakin banyak anak muda yang memiliki sifat individualis dan hedonisme. Kondisi ini semakin mengancam terwujudnya “Indonesia Emas” pada tahun 2045.

”Saya sering mengatakan anak-anak muda pada baru dapat sedikit saja sudah ingin tampilnya 'wah’,” kata Hasto dalam siaran pers, Senin (12/6/2023).

Baca Juga

Hasto mengatakan, dengan bertambahnya usia tidak produktif dan usia produktif yang memilih untuk menjadi individualis menyebabkan bangsa ini tidak memiliki harapan untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045.  ”Makanya (kita) harus hati-hati,” jelas Hasto.

Hasto juga mengemukakan, pemerintah mempunyai harapan serius dengan bonus demograf. Di mana ada keinginan untuk memiliki banyak yang usia produktif, pendapatan perkapita naik cepat, kemudian dapat keluar dari jebakan “middle income threat".

"Tetapi kalau pendidikannya rendah dan tidak punya keterampilan, waduh berat sekali (mencapai Indonesia Emas 2045),” ujar Hasto.

Hasto juga mengingatkan saat ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan atau "pressure of Change", yakni ada tekanan untuk berubah. Parameter perubahan itu tertera dalam target SDGs, yang pada 2030 harus terealisasi utamanya penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kelaparan.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Jawa Timur, Restu Novi Widiani, mengatakan, kasus stunting di Jawa Timur mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hingga akhir 2022 sudah di angka 19,2 persen.

Percepatan penurunan stunting di Jawa Timur, menurut  Restu, dilakukan keroyokan. Masalah stunting, kata dia, bukan saja masalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN, tetapi masalah Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Semua pihak harus berperang melawan stunting.

"Menurunkan, sehingga tercapai cita-cita kita bersama tahun depan menjadi 14 persen, bahkan lebih kurang dari itu,” kata Restu.

Gubernur Jawa Timur sendiri menempatkan stunting menjadi program prioritas di Jawa Timur. Menurut Restu, di Jawa Timur, terutama di daerah Banyuwangi, Probolinggo, Jember, Bondowoso, dan Lumajang,  angka kematian ibu, angka kematian balita, stunting, dan juga dispensasi perkawinan anak, sangat tinggi. Keadaan ini akan menghalangi upaya penurunan stunting.

Restu berharap, melalui Munas IPeKB pihaknya bisa mengadopsi  praktik baik pelaksanaan percepatan penurunan stunting untuk Jawa Timur. “Kalau Jawa Timur itu bisa bagus, saya rasa 75 persen dari bagian Indonesia juga sudah berhasil,” ujar Restu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement