REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Para ulama berselisih pendapat terkait hukum kurban antara wajib dan sunnah muakkad. Namun bagaimana jika seseorang mempunyai keluasan harta akan tetapi dia tidak berkurban?
Dikutip dari buku Fikih Praktis Ibadah Kurban oleh Abu Abdillah Syahrul Fatwa, Para ulama berselisih tajam dalam masalah hukum berkurban hingga terbagi menjadi dua pendapat. Pertama: Berkurban hukumnya wajib. Inilah pendapat yang dipilih oleh al-Auza’i, al-Laits, madzhab Abu Hanifah, salah satu riwayat dari imam Ahmad dan dikuatkan oleh Syaikhul Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Kewajiban kurban disyaratkan memiliki kemampuan dan punya kelebihan dari kebutuhannya yang asasi seperti halnya sedekah fitrah”.
Kedua: Berkurban hukumnya sunnah muakkad. Inilah pendapat jumhur ulama dari kalangan madzhab as-Syafi’iyyah, Malikiyah dan Hanabilah. Bahkan, pendapat ini menegaskan bahwa orang yang mampu berkurban akan tetapi tidak berkurban maka hukumnya makruh. Pendapat inilah yang nampak dipilih oleh Imam Bukhari. Imam Ibnu Hazm, bahkan beliau berkata: “Tidak sah dari seorang sahabatpun bahwa berkurban hukumnya wajib”. Pendapat ini disetujui oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
Pendapat terkuat yang menenangkan jiwa adalah yang dipilih oleh jumhur ulama, bahwa kurban hukumnya hanya sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan).
Akan tetapi, yang lebih berhati-hati bagi seorang muslim adalah tidak meninggalkan ibadah kurban jika dia mampu. Karena dengan melaksanakannya lebih membebaskan tanggungan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Barangsiapa yang mempunyai keluasan dan tidak berkurban maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami. (HR. Ibnu Majah: 3123)
Adapun bagi yang tidak mampu, yang tidak punya harta kecuali hanya nafkah untuk keluarganya, maka kurban tidak wajib baginya.