REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menegaskan bahwa penerapan Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) diperlukan. Meski, penerapannya di DIY sempat mendapat kritikan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim.
Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya mengatakan, tujuan diberlakukannya ASPD yakni untuk memetakan kualitas pelajar di masing-masing sekolah. "Kemudian kita gunakan untuk melakukan perbaikan," kata Didik saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, belum lama ini.
ASPD menjadi salah satu komponen dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di DIY, selain zonasi dan nilai rapor. Menurut Didik, akan memberikan ketidakadilan kepada calon siswa jika PPDB hanya berdasarkan pada nilai rapor.
"Coba kalau tidak ada ASPD kemudian kita hanya menggunakan rapor. Rapor itu masing-masing guru memberikan masing-masing nilai kan standarnya bisa beda, juga antara sekolah bisa beda-beda, jadi ini memberi ketidakadilan nantinya," ujar Didik.
Didik menyebut, untuk ASPD di 2023 ini berbasis literasi. Hal ini, katanya, sejalan dengan ANBK yang dijalankan oleh Kemendikbud.
"Jadi sejalan dengan ANBK yang diselenggarakan kementerian, cuma ini kita berikan ke siswa kelas akhir, sehingga kalau oke skor ASPD, kita posisi seperti apa, itu kemudian kita melakukan perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran itu. Karena prosesnya literasi kan tidak bisa dengan instan, tapi harus melalui proses," katanya.
Penerapan ASPD di DIY menuai pro dan kontra di masyarakat. Tidak sedikit yang menolak, namun tidak sedikit pula yang menilai bahwa ASPD ini diperlukan di DIY.
Seperti pengamat dan praktisi pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Nur Rizal yang menilai bahwa penerapan ASPD ini tidak menjawab untuk pemerataan kualitas pendidikan. Begitu pun dengan meningkatkan kualitas pendidikan, mengingat ASPD masih diterapkan di Kota Pendidikan ini.
"ASPD ini tidak menjawab sebenarnya, apakah itu bisa meningkatkan atau mempertahankan kualitas pendidikan. Tidak," kata Rizal kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Rizal menuturkan, jika digunakan hanya untuk mempertahankan kualitas pendidikan berdasarkan kemampuan kognitif tingkat rendah, dalam hal ini hafalan dan pemahaman, ASPD dapat menjawab kebutuhan tersebut. Namun, berbeda jika ASPD diterapkan dengan tujuan untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking).
"Kalau kemampuan mencipta, seperti inovasi, kemampuan untuk menganalisis, (ASPD) itu tidak menjawab karena nanti proses belajarnya hanya menyiapkan ASPD. Kalau untuk kognitif high order thinking yang sangat dibutuhkan pada era ke depan, ya tidak menjawab ASPD itu," ujarnya.