REPUBLIKA.CO.ID,Poligami memang diperbolehkan dalam Islam. Akan tetapi, seseorang akan berpoligami harus dapat memastikan bahwa dirinya akan berlaku adil terhadap istri-istrinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا ﴿٣﴾
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" (An Nisa ayat 3).
Islam melarang seorang suami yang berpoligami tetapi membeda-bedakan sikap dan perlakuannya kepada istri-istrinya. Misalnya hanya mau tinggal dengan istri pertama dan mengabaikan istri lainnya, atau membedakan masalah nafkah. Maka bila seorang suami yang punya banyak istri hanya cenderung atau condong atau peduli terhadap salah satu istri saja, maka kelak di hari akhir ia akan menemui kesengsaraan. Karena itu, jangan coba-coba berpoligami bila tak mampu berlaku adil. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi:
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى اِحْدَاهُمَاجَاءَيَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشَقُّهُ مَائِلٌ.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa mempunyai dua istri, lalu condong kepada salah satu dari keduanya, maka ia datang pada hari kiamat sedang separuhnya (dari badannya) miring" (HR Abu Dawud).
Dalam riwayat lain dijelaskan:
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ امْرَأَتَانِ فَلَمْ يَعْدِلْ بَيْتَهُمَاجَاءَيَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشَقُّهُ سَاقِطٌ.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa di sisinya dua istri, lalu ia tidak adil di antara keduanya, maka ia datang pada hari kiamat sedang separuh (dari badannya) berguguran” (HR Turmudzi dan Hakim).
Maka bila tidak sanggup berlaku adil terhadap istri-istri, lebih baik cukup memiliki satu istri saja. Mencintainya dengan sepenuh hati, mendidik dan membimbingnya untuk bersama-sama membangun keluarga sakinah.