REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa korosi yang merusak struktur logam terus terjadi dan menimbulkan kerugian. Ditinjau dari sisi ekonomi, banyak kerugian yang dialami per tahun akibat peristiwa korosi.
Selain itu, korosi logam juga dapat menimbulkan kontaminasi yang dapat merugikan kesehatan. Itulah yang membuat Guru Besar Tetap dalam Bidang Korosi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Rini Riastuti, mencoba menelaah upaya pencegahannya.
“Korosi dikenal awam dengan istilah karat. Korosi logam terjadi akibat penurunan kualitas atau perusakan permukaan logam pada lingkungan yang agresif berupa cairan, gas, atau tanah,” ujar Rini dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar tetap di Makara Art Center UI, Depok, Kamis (6/7/2023).
Rini menjelaskan, korosi menyebabkan penampilan visual benda menjadi buruk dan industri mengalami plant downtime atau waktu henti pabrik karena harus menggati peralatan yang terkorosi. Korosi, kata dia, juga menimbulkan loss of product karena adanya kebocoran kontainer, tangki, atau perpipaan, serta loss of efficiency karena industri mengeluarkan biaya cukup tinggi.
Dia juga mengatakan, selain kerugian ekonomi, korosi logam juga dapat menimbulkan kontaminasi yang merugikan kesehatan. Misalnya, apabila kaleng kemasan makanan penyok, makanan yang ada di dalamnya akan terkontaminasi lapisan timah putih dalam kaleng yang terkelupas. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi.
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengendalikan dan menghambat reaksi korosi. Pertama, melalui penggunaan inhibitor yang aman. Inhibitor adalah zat kimia, yakni organik dan anorganik, yang ditambahkan ke sistem dalam jumlah sedikit, dan membentuk lapisan pasif pada permukaan logam yang akan diproteksi. Biasanya, kata dia, inhibitor berupa cairan ataupun uap yang digunakan pada pipa transportasi air dan minyak ataupun gas.
Saat ini, jelas dia, mahasiswa Departemen Metalurgi dan Material FTUI banyak melakukan penelitian pemanfaatan tumbuhan, baik daun, buah, maupun kulit kayu, untuk dijadikan inhibitor. Contoh yang sudah diteliti adalah daun sirih, daun teh hijau, daun teh putih, daun sirsak, daun bayam merah, buah jamblang, kayu secang, kulit buah manggis, dan masih banyak lagi.
“Semua bahan ini mengandung zat polyphenolic dan anthocyanin sebagai antioksidan tinggi yang diharapkan dapat menjadi inhibitor ramah lingkungan,” ujar Rini.
Upaya pencegahan terjadinya korosi logam juga dapat dilakukan dengan metode pelapisan, seperti lapis listrik, galvanisasi, dan organic coating atau cat. Pelapisan pada dasarnya memberi penghalang (barrier) untuk menghambat air dan oksigen berkontak langsung dengan permukaan besi. Selain itu, proteksi logam dengan metode proteksi katodik dapat menjadi pilihan untuk industri besar. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan anoda korban ataupun impressed current.
Rini menilai, proses korosi tidak pernah berhenti. Untuk itu, perlu adanya sosialisassi terkait korosi, mulai dari tingkat edukasi, fungsi dari personel yang diperlukan, serta kursus dan pelatihan tentang kasus korosi. Ada empat kategori yang diidentifikasi oleh European Federation of Corrosion (EFC) untuk personel yang berkecimpung pada kasus korosi.
“Kategori A adalah Corrosion Scientist and Engineers, yaitu mereka yang terlibat pada pengembangan teknik dan metode tentang mekanisme korosi- personel, seperti ahli kimia, ahli metalurgi, ahli fisika, peneliti, dan praktisi,” jelas dia.
Kemudian Kategori B dan C adalah Corrosion Technologist and Technicians, yaitu mereka yang berkolaborasi langsung dengan ilmuwan, serta memiliki pemahaman prinsip dasar keilmuan dan mampu mengaplikasikannya. Terakhir, kategori D adalah Operatives, yaitu personel yang melaksanakan tugas di lapangan di bawah supervise corrosion engineers.
Selain itu, dia menerangkan, sangatlah penting untuk praktik secara virtual keseluruhan pengendalian korosi yang berbasis risiko. Biasanya, diawali dengan membuat identifikasi mekanisme utama dari serangan korosi, kemudian dilakukan intervensi yang beralasan. Hal itu dia sebut dapat mencakup penggantian material, pemilihan inhibitor korosi, atau perubahan desain komponen atau kondisi fisik yang diharapkan.
“Tahap kritis bervariasi untuk menganalisis korosi sering kali dengan pendekatan permodelan,” kata Rini.