REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melakukan pertemuan politik dengan PDI Perjuangan. Uniknya, manuver PKB ini dirasa mirip dengan yang dilakukan Partai Demokrat dalam rangka memperjuangkan posisi cawapres.
Pengamat politik, Adi Prayitno mengatakan, itu semua sebenarnya cukup menunjukkan kalau politik saat ini memang dinamis. PKB yang ada di barisan Partai Gerindra sangat mungkin membuka komunikasi politik.
Pun Partai Demokrat yang ada di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) tetap bisa membuka komunikasi politik dengan partai lain. Hal ini membuka kemungkinan jika mereka tidak mendapatkan posisi cawapres.
Artinya, jika Muhaimin Iskandar akhirnya tidak menjadi cawapres dari Prabowo Subianto, sangat mungkin PKB pindah ke lain hati. Pun jika AHY tidak terpilih jadi cawapres Anies Baswedan, mungkin Demokrat pindah.
"Ini semacam kode keras bagi Partai Gerindra (Prabowo Subianto), bagi Anies Baswedan, untuk segera mengumumkan cawapres pendamping mereka, sehingga PKB ataupun Partai Demokrat bisa menentukan sikap politik," kata Adi kepada Republika, Jumat (7/7).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu merasa, PKB maupun Demokrat sangat mungkin mencari poros yang menerima proposal politik mereka. Itu merupakan sesuatu yang lumrah dalam politik di Tanah Air.
Misal, lanjut Adi, jika yang dipilih Anies bukanlah AHY, menarik dinanti apakah Demokrat masih di KPP. Begitupun bila yang dipilih Prabowo bukan Muhaimin Iskandar, menarik dinanti apakah PKB masih akan berada di KKIR.
Maka itu, ia melihat, komunikasi politik PKB dan Partai Demokrat dengan partai lain seperti PDIP sebagai satu sinyalemen. Bahkan, semacam satu 'intimidasi politik' kalau mereka sangat mungkin membuat skenario lain.
"Jika proposal politiknya tidak dipenuhi Anies Baswedan dalam konteks Partai Demokrat, tidak dipenuhi Prabowo Subianto dalam konteks PKB," ujar Adi.