REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perjanjian kerja sama pembelian persenjataan AS senilai miliaran dolar oleh India bukan hanya untuk melepas ketergantungan negara ini pada peralatan pertahanan Rusia dan beralih ke Barat. Tetapi lebih untuk mengembangkan industri persenjataan domestik India sendiri, sehingga tidak mudah bagi India melepas ketergantungan senjata dengan Rusia.
Demikian ungkap para pejabat dan analis keamanan negara ini, dilansir dari Reuters, Senin (10/7/2023). India merupakan pengimpor senjata terbesar di dunia, tetapi hampir semua pembelian senjata utamanya sekarang mencakup ketentuan untuk pembuatan bersama atau transfer teknologi, terlepas dari negara mana pun yang bertransaksi dan berapa besaran biayanya .
Selain itu, perang Rusia di Ukraina telah mengganggu beberapa pasokan keperluan militer ke India. Kondisi ini justru memperkuat keinginan jangka panjang New Delhi untuk mendiversifikasi impor senjata atau menggantinya dengan perangkat keras buatan dalam negeri, demikian ungkap para pejabat pertahanan India.
India membeli senjata senilai lebih dari 60 miliar dolar AS dalam 20 tahun terakhir, di mana 65 persen di antaranya atau hampir 39 miliar dolar AS berasal dari Rusia, demikian menurut data Stockholm International Peace Research Institute. Menteri Pertahanan Rajnath Singh telah mengatakan bahwa India bermaksud untuk memesan senjata dari industri persenjataan dalam negeri senilai lebih dari 100 miliar dolar AS dalam dekade berikutnya.
"Ini adalah kenyataan, bahwa kita harus mengurangi ketergantungan pada Rusia," kata seorang perwira senior pertahanan India yang bekerja pada kemampuan masa depan militer India, yang menolak untuk disebutkan namanya. "Tapi itu adalah bagian kedua. Bagian pertama adalah upaya untuk keluar dari bisnis impor," ujarnya.
India mengumumkan pembelian peralatan pertahanan AS yang signifikan selama kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Narendra Modi ke Washington bulan lalu. Pemesanan itu, termasuk pesanan lebih dari satu miliar dolar untuk mesin GE (General Electric) untuk jet tempur.
Sebuah kesepakatan senilai 3 miliar dolar AS untuk pesawat tak berawak MQ-9B SeaGuardian juga sedang dibahas. Itu semua sejalan dengan keinginan New Delhi untuk kemandirian dalam bidang pertahanan dan kebijakan unggulan Modi "Make in India", kesepakatan mesin jet ini mencakup produksi bersama di masa depan, sementara perakitan dan pemeliharaan SeaGuardians kemungkinan besar akan dilakukan di India.
Eric Garcetti, duta besar AS untuk India, mengatakan bahwa Washington sebelumnya hanya memberikan basa-basi tetapi sekarang mempermudah akses India ke teknologi militer. Dia mengatakan bahwa AS saat ini condong ke teknologi berbagi lebih banyak dengan India daripada dengan beberapa sekutu terdekatnya.
Namun, langkah tersebut sejauh ini tidak akan cukup untuk mengakhiri ketergantungan New Delhi pada Rusia. Sementara ada aturan ketat di AS yang mengatur pembagian teknologi militer membatasi kemungkinan di Masa depan untuk saat ini.
"Tidak ada yang memberi Anda segalanya. Mereka menjauhkan Anda setidaknya satu obeng dari memilikinya secara penuh," kata pejabat senior kedua dari kementerian pertahanan India, yang juga berbicara dengan syarat anonim.
Arzan Tarapore, seorang pakar keamanan India di Stanford University, mengatakan bahwa kesepakatan yang diumumkan selama kunjungan Modi tidak dengan sendirinya menggeser India dari Rusia. "Pergeseran besar dari Rusia akan memakan waktu beberapa dekade," katanya.
Kesenjangan dengan Cina
India masih menggunakan sebagian besar teknologi Rusia untuk persenjataan tradisional. Tarapore mengatakan bahwa potensi terbesar untuk kolaborasi AS-India haruslah pada sistem baru yang belum dimiliki India.
Tujuan utama India adalah mempersempit kesenjangan teknologi dengan saingan beratnya, Cina. Negara tirai bambu ini yang juga memiliki hubungan tegang dengan India, dan juga bersekutu erat dengan musuh tradisionalnya, Pakistan.
Satu masalah bagi India adalah bahwa perang Rusia di Ukraina telah merusak kemampuan Moskow untuk mengirimkan senjata dan peralatan. Angkatan udara India baru-baru ini menginformasikan kepada sebuah panel parlemen Rusia akan menunda pengiriman suku cadang untuk pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI dan MiG-29.
Senjata ini dinilai sangat penting, yang diyakini sebagai dua dari lima sistem pertahanan udara S-400 Rusia yang dibeli India dengan harga hampir 5,5 miliar dolar AS pada tahun 2018, juga telah ditunda, demikian ungkap laporan itu.
India juga berharap untuk menerima dua kapal selam serang bertenaga nuklir dari Rusia selama beberapa tahun ke depan, tetapi ini mungkin juga akan tertunda, demikian ungkap pejabat pertahanan.
Masalah-masalah seperti itu telah memperkuat tekad India untuk mengurangi ketergantungannya pada Rusia. Tetapi India tidak ingin bergantung pada satu negara pun untuk pembelian persenjataannya, demikian ungkap mereka.
India membeli jet tempur Prancis, pesawat tak berawak Israel, mesin jet Amerika, dan kemungkinan kapal selam Jerman. Seiring berjalannya waktu, pembelian ini akan mengurangi porsi teknologi militer Rusia yang digunakan oleh India, tetapi hal ini akan memakan waktu setidaknya dua dekade, kata salah satu pejabat keamanan India.