Rabu 12 Jul 2023 08:46 WIB

Negara Muslim, Termasuk Indonesia Tuntut PBB Bertindak Usai Aksi Pembakaran Alquran

Saudi dan Indonesia menyebutnya pembakaran Alquran sebagai tindakan Islamofobia.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran melakukan aksi protes terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Lahore, Pakistan, Ahad (2/7/2023).
Foto: EPA-EFE/RAHAT DAR
Demonstran melakukan aksi protes terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Lahore, Pakistan, Ahad (2/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah terpecah-belah seiring akan dilakukannya pemungutan suara tentang kebencian agama, Rabu (12/7/2023). Hal ini berlangsung menyusul aksi pembakaran Alquran belum lama ini.

Beberapa negara Barat disebut enggan pada rancangan resolusi yang dihadirkan. Mereka mengkhawatirkan perihal kebijakan kebebasan berbicara yang ada.

Baca Juga

Pakistan dan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) melakukan debat mendesak di Dewan HAM PBB, Selasa (11/7/3203). Pembahasan itu muncul setelah salinan kitab suci Islam dibakar di luar masjid utama Stockholm yang memicu reaksi diplomatik di seluruh dunia Islam.

"Kita harus melihat ini dengan jelas apa adanya, menghasut kebencian agama, diskriminasi, dan upaya untuk memprovokasi kekerasan," kata Menteri Luar Negeri Pakistan, Bilawal Bhutto-Zardari, kepada dewan Jenewa di hari itu melalui video, dikutip di TRT World, Rabu (12/7/2023).

Dia mengatakan tindakan seperti itu terjadi di bawah sanksi pemerintah dan dengan rasa impunitas. Pernyataan serupa juga digaungkan oleh para menteri dari Iran, Arab Saudi dan Indonesia, yang menyebutnya aksi itu sebagai tindakan Islamofobia.

"Berhentilah menyalahgunakan kebebasan berekspresi. Diam berarti ikut terlibat," kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.

Mosi yang diajukan oleh Pakistan sebagai tanggapan atas insiden bulan lalu, merupakan bentuk meminta laporan dari dewan hak asasi PBB tentang topik tersebut. Mereka juga meminta negara-negara lain untuk meninjau undang-undangnya, sekaligus menutup celah yang dapat menghalangi pencegahan dan penuntutan tindakan dan advokasi kebencian agama.

"Penodaan Alquran tampaknya dibuat khusus untuk mengobarkan kemarahan dan memecah belah masyarakat," kata Ketua Dewan Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk, saat membuka debat.

Ia menyebut pidato dan tindakan menghasut terhadap Muslim, Islamofobia, anti-Semitisme dan tindakan atau ucapan yang menargetkan orang Kristen atau kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah, Baha'i atau Yazidi adalah manifestasi dari rasa tidak hormat. Mereka bersifat ofensif, tidak bertanggung jawab dan salah.

Dia juga mengatakan ujaran kebencian perlu dilawan melalui dialog, pendidikan, peningkatan kesadaran dan keterlibatan antaragama.

Mengekspresikan keprihatinan tentang dugaan implikasi mosi tersebut terhadap kebebasan berekspresi, beberapa negara Barat di dewan yang beranggotakan 47 orang itu pun mengajukan revisi kata-kata, yang dinilai akan memungkinkan semua pihak mencapai konsensus.

Tetapi, dengan Pakistan telah menyerahkan resolusi atau drafnya, negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat dan Inggris yang mengutuk pembakaran Alquran memilih menyerahkan diri pada pemungutan suara. Sementara, London dan Washington mengatakan mereka akan memberikan suara menentang rancangan resolusi tersebut.

Setelah debat selama empat jam, Dewan HAM di Jenewa hampir melakukan pemungutan suara pada Selasa lalu. Namun, mengingat waktunya yang hampir habis, artinya pengambilan suara ini akan kembali pukul 08.00 GMT hari ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement