REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus senior Partai Golkar, Yorrys Raweyai, menilai tidak diperhitungkannya nama Airlangga Hartarto dalam perebutan capres dan cawapres 2024 akan memberatkan posisi Golkar dalam kontestasi politik. Pelaksanaan rekomendasi dari Dewan Pakar Partai Golkar terhadap Ketua Umum Partai Golkar itu disebut dapat menjadi ‘bom waktu’ bagi partai.
"Karena itu, boleh jadi, dalam beberapa waktu ke depan, kegagalan Airlangga dalam mewujudkan rekomendasi tersebut akan menjadi bom waktu yang meledak setiap saat. Atas dasar itulah publik menanti gerakan-gerakan penyelamatan baru seperti fenomena yang terjadi sebelumnya," kata Yorrys di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Menurut Yorrys, upaya-upaya yang Airlangga lakukan dalam rangka mengampanyekan dirinya sebagai capres atau cawapres sejauh ini tidak berdampak efektif bagi elektabilitas Partai Golkar jika dilihat dalam kalkulasi politik. Sebaliknya, kata dia, konsolidasi internal di tengah kesiapan partai mengikuti kontestasi justru semakin terhambat.
Sebab itu Yorrys menilai desakan untuk menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) dengan cara elegan dan damai menjadi pertimbangan yang logis. Terlebih karena sebagai partai modern Golkar sebenarnya cukup terbiasa dengan pergolakan dan dapat menyelesaikan persoalannya dengan baik.
"Sebagai partai modern, Golkar sejatinya cukup terbiasa dengan pergolakan dan menyelesaikan persoalannya secara baik," kata dia.
Yorrys melihat rekomendasi Dewan Pakar sebagai pelecutan di tengah suasana yang tampak sunyi dan senyap di kalangan internal Partai Golkar. Dia pun melihat rekomendasi itu hanya bertujuan menjaga muruah partai agar tetap eksis sebagai instrumen kebijakan yang berdampak kolosal bagi kepentingan rakyat.
"Tanpa kekuasaan di masa depan dan peran penting di dalamnya, Partai Golkar semakin sulit berbicara lebih banyak dan melahirkan figur-figur pemimpin masa depan," kata dia.
Selain itu, Yorrys juga memandang rekomendasi Dewan Pakar tersebut hanya penghalusan makna dari desakan munaslub yang senyap dilontarkan sejumlah pihak. Rekomendasi itu dia sebut sebagai upaya pengalihan fokus publik politik pada mekanisme kerja partai dan kesungguhannya dalam menatap kontestasi Pemilu 2024.
Dia kemudian menekankan, sudah saatnya keran kepemimpinan nasional terbuka dari rahim Partai Golkar. Sekalipun hingga saat ini figur-figur tersebut masih sulit bermunculan ke hadapan publik. Tapi, proses yang mengarah pada kemunculan itu harus terus dijaga dan dijalani dengan strategi dan mekanisme internal organisasi yang akomodatif.
"Arus bawah Partai Golkar yang saat ini dihuni oleh kalangan muda yang beprestasi dan berbakat memerlukan contoh dan teladan dari gugusan kepemimpinan yang terbuka, transparan dan demokratis. Karena itu, munaslub sesungguhnya bukan soal masa lalu yang berulang, namun tentang masa depan yang lebih baik," kata dia.
Selain persoalan elektoral, ketua umum partai berlambang pohon beringin itu juga dinilai bisa menjadi 'bom waktu' bagi internal partai akibat diduga terlibat sejumlah kasus dugaan korupsi. Teranyar, Kejaksaan Agung melakukan panggilan kepada Airlangga terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
"Bola rekomendasi Dewan Pakar sejatinya tidak menggelinding di ruang hampa. Berbagai desas-desus yang mengemuka di ruang publik yang mengaitkan kasus-kasus tersebut kepada figur Airlangga, memang hanyalah desakan moril. Sebab dalam rumusan dan konstruksi politik, dugaan keterlibatan pucuk pimpinan partai politik, secara tidak langsung akan berakibat fatal bagi konsolidasi kepartaian dalam menyongsong even-even kontestasi," kata dia.