REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan The Fed masih berpeluang untuk menaikkan suku bunga acuan tidak hanya pada Juli 2023 saja. Dia memprediksi kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan berlangsung hingga akhir 2023.
"Saya kira kenaikan suku bunga acuan masih akan berpotensi kembali muncul pada akhir tahun nanti," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Selasa (25/7/2023).
Sebab, Yusuf mengatakan jika dilihat dari indikator inflasi, saat ini berada pada angka tiga persen. Menurutnya, level inflasi tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan target inflasi yang diharapkan Bank Sentral AS yakni dua persen.
Yusuf menyebut, reaksi pasar terhadap proyeksi kenaikkan suku bunga di AS adalah menarik dananya untuk sementara waktu. "Kalau kita lihat pengaruhnya ke dunia itu kan misalnya itu berpotensi mendorong rupiah terdepresiasi," ucap Yusuf.
Hanya saja, Yusuf memproyeksikan kelemahannya tidak akan terlalu lama atau terlalu dalam. Hal itu mengingat pasar sudah relatif memproyeksikan kebijakan The Fed dan sudah terlebih dahulu melakukan konsolidasi.
Lalu untuk kebijakan dari Bank Indonesia, Yusuf juga memprediksi masih berpeluang juga untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan. "Ini karena kalau kita lihat dari depresiasi nilai tukar rupiah yang tidak begitu dalam kemudian angka inflasi juga yang mulai beranjak ke target yang ingin disasar oleh pemerintah maka Bank Indonesia punya ruang yang cukup untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya," ungkap Yusuf.