REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengingatkan peran Majelis Ulama Indonesia sebagai penjaga dan pelindung umat dari paham-paham menyimpang. Wapres meminta agar hal tersebut terus dikawal.
"Paham-paham ini ada yang ekstrem ke kanan dan kiri. Dan ada juga yang menolak perbedaan pendapat. Cuma satu pendapat katanya. Menolak ikhtilaf, padahal ikhtilaf itu sesuatu yang niscaya," kata dia dalam sambutan pada acara puncak Milad MUI ke-48 di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Ma'ruf menjelaskan, di dalam nash itu ada yang qath'i dan dzonni. Artinya, ada nash yang sifatnya pasti dan ada nash yang membuka ruang penafsiran sehingga terjadilah perbedaan.
"Artinya Allah sendiri sudah memberikan peluang untuk terjadinya perbedaan. Kenapa, karena di situ ada nash yang bisa ditafsir-tafsirkan. Karena itu, ada pendapat mazhab yang berbeda beda. Di Gontor sana itu, bahwa perbedaan pendapat itu harus ditoleransi. Karena ini hal yang niscaya," katanya.
Perbedaan pendapat atau ikhtilaf ini, lanjut Ma'ruf, tidak boleh diingkari. Sebab, ruang perbedaan pendapat ini memang dimungkinkan dan diberi peluang oleh Allah di dalam Alquran.
"Kalau Allah tidak memberi peluang, semuanya qoth'i, maka tidak ada yang dzonni. Tapi nyatanya tidak (nyatanya ada yang dzonni), maka terjadi ikhtilaf. Kaidahnya, menolak perbedaan itu sesuatu yang tidak rasional," katanya.
Namun, masalahnya, ada pula orang yang menganggap penyimpangan sebagai perbedaan. Penyimpangan berarti inkhiraf, sedangkan perbedaan adalah ikhtilaf. Berdasarkan kaidah fiqih, perbedaan pendapat atau ikhtilaf itu tidak diingkari, sedangkan inkhiraf itulah yang diingkari.
Inkhiraf merujuk pada pendapat yang berbeda terhadap sesuatu yang sudah disepakati atau mujma'. "Sudah ma'lumumminaddiini biddhoruuri, sudah given, tau-tau ada pendapat yang berbeda. Ini bukan ikhtilaf, tapi inkhiraf. Ikhtilaf ditoleransi, inkhiraf itu diamputasi," ujarnya.
Itulah yang kadang, menurut Ma'ruf, ada orang menganggap pendapat yang disampaikannya itu adalah perbedaaan yang perlu ditoleransi padahal nyatanya adalah penyimpangan. Dia menekankan penyimpangan tidak bisa ditoleransi karena telah keluar dari wilayah ikhtilaf.
"Misalnya perempuan jadi imam. Ini bukan perbedaan (ikhtilaf), tetapi ini penyimpangan (inkhiraf) namanya. Saya kira itu jelas. Makanya MUI harus mendudukkan secara proporsional," kata Ma'ruf.