REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan bahwa penangkapan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe merupakan salah satu kasus besar atau biasa disebut dengan istilah big fish. Hal ini ia sampaikan menjawab kritik yang pernah dilontarkan oleh Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatarongan Panggabean beberapa waktu lalu.
"Ada kesan bahwa KPK tidak menangani kasus big fish. Tentulah harus kita tanya 10 tahun Lukas Enembe di Papua tidak tersentuh hukum, apakah itu bukan big fish?" kata Firli dalam dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester 1 Tahun 2023 di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2023).
Menurut Firli, tertangkapnya Lukas Enembe merupakan capaian besar KPK. Sebab, jelas dia, selama ini muncul kesan bahwa Lukas Enembe tidak tersentuh hukum selama menjabat sebagai Gubernur Papua.
"Juga dulu pernah mengatakan 10 tahun Gubernur Papua tidak tersentuh hukum, tapi faktanya kita selesaikan dan penegakan hukum di Papua berjalan profesional dan tidak ada kegaduhan," ungkap Firli.
Dia melanjutkan, meski Lukas Enembe telah tertangkap, KPK masih menghadapi berbagai tantangan dalam proses penanganan kasus korupsi orang nomor satu di Bumi Cenderawasih tersebut. Firli mengungkapkan, muncul banyak provokasi yang ditujukan terhadap lembaganya.
"Saat ini Saudara LE sedang menghadiri proses persidangan, itu pun rekan-rekan bisa lihat banyak provokasi yang ditebar. Padahal KPK elah kerja secara profesional untuk pastikan kesehatan Lukas Enembe sejak dilakukan penangkapan juga sudah diberikan perawatan atas kesehatannya," jelas Firli.
Meski demikian, Firli menyebut, KPK tetap memenuhi hak Lukas Enembe sebagai tersangka. Di antaranya, yakni pemantauan kesehatan Lukas Enembe. "Tiga hari yang bersangkutan kita rawat di RSPAD. Kita konsultasi dengan dokter IDI, hasilnya sehat untuk ikuti persidangan," ujar dia.
Sebagai informasi, KPK menangkap Lukas Enembe pada Januari 2023. Dia bersama dua orang lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR Pemprov Papua Gerius One Yoman dan Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua.
Tim penyidik KPK selanjutnya melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK juga sudah menyita berbagai aset milik Lukas Enembe terkait kasus rasuah yang menjeratnya. Total nilai aset yang disita itu mencapai Rp 144,5 miliar.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) menilai, hingga kini, kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih sesuai jalur atau on the track. Namun, pengungkapan kasus- kasus rasuah yang besar atau dikenal dengan istilah the big fish jumlahnya cenderung sedikit.
"Sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu the big fish. Itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam video yang diunggah dalam kanal YouTube KPK RI, Senin (27/3/2023).
Tumpak mengatakan, sebagian besar kasus yang ditangani oleh KPK berupa suap terhadap pejabat. Meskipun lembaga antirasuah ini juga dinilai berhasil menjalankan kedeputian di bidang pencegahan dan penindakan korupsi.
"Kita lebih banyak kasus-kasus yang sifatnya OTT (operasi tangkap tangan), yaitu dalam rangka penyuapan-penyuapan aparatur penyelenggara negara, kita lebih banyak fokusnya ke situ," ungkap Tumpak.
Di sisi lain, menurut dia, secara umum, masyarakat menaruh kepercayaan pada KPK dalam hal pemberantasan korupsi. Walaupun, kasus-kasus yang ditangani bukanlah perkara besar.
"Cuma sayangnya itu, ya, saya bilang kita kurang bisa membongkar kasus-kasus yang sifatnya besar, karena kita mesti tahu juga bahwa kegiatan KPK itu harusnya terasa mensejahterakan masyarakat banyak, ada yang dirasa oleh publik," jelas dia.
Selain itu, Tumpak juga mengharapkan agar kinerja KPK tidak kalah dengan Kejaksaan Agung yang dinilai lebih banyak menangani kasus besar. Menurut dia, KPK juga memiliki kemampuan dan kualitas yang memadai untuk mengungkap kasus 'the big fish'.
"KPK kok bisa, harusnya bisa, menurut saya harusnya bisa seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung itu," ungkap Tumpak.