Sabtu 19 Aug 2023 16:10 WIB

Ketum PP Pemuda Muhamamdiyah Sebut 4 Poin Pidato Presiden Jokowi di MPR

Jokowi menunjukkan posisinya yang terbuka terhadap kritik.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Erdy Nasrul
Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Ageman Songkok Singkepan Ageng yang dkkenakan oleh para Raja Pakubuwono Surakarta, saat menghadiri di perayaan HUT RI ke-78 di halaman depan Istana Merdeka Jakarta, Kamis (17/8/2023).
Foto: Republika/N Dessy Suciati Saputr
Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Ageman Songkok Singkepan Ageng yang dkkenakan oleh para Raja Pakubuwono Surakarta, saat menghadiri di perayaan HUT RI ke-78 di halaman depan Istana Merdeka Jakarta, Kamis (17/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seperti kebiasaan di tahun-tahun sebelumnya, satu hari sebelum perayaan kemerdekaan setiap presiden yang menjabat akan menyampaikan pidato dalam sidang tahunan bersama MPR RI/DPR RI/ DPD RI. Tahun ini, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dengan mengenakan baju adat Tanimbar Maluku.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dzulfikar Ahmad Tawwala, menilai saat menyampaikan pidato kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) seolah memberi makna tersurat kepada publik. Ia disebut sebagai sosok yang besar hati dan sangat mencintai Indonesia.

Baca Juga

"Setidaknya ada empat catatan yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan ini. Pertama, Presiden Joko Widodo menanggapi tuduhan, cacian, berita miring yang menyerang pribadinya dengan cara memaafkan, alih-alih membuat laporan ke polisi. Inilah wujud kebesaran hati Presiden Joko Widodo," ujar dia dalam keterangan pers yang didapat Republika, Jumat (18/8/2023).

Jawaban yang diberikan kepada Presiden Jokowi di pidato tahunan ini, dinilai memberikan gambaran bahwa sosoknya tidak anti kritik. Namun hadirnya segala tuduhan dan fitnah itu sangat disayangkan, karena memudarnya sikap santun dan budi pekerti bangsa Indonesia.

Dzulfikar pun menyoroti jangan sampai ada yang menyalah tafsirkan perihal demokrasi dan kebebasan berpendapat, yang mana menjadi pintu luapan emosi, cacian dan kebencian.

Selanjutnya, dalam pidato itu Jokowi ingin menyampaikan apa pun yang sudah dikerjakan selama ini bagian dari perwujudan Indonesia maju, Indonesia emas, serta meletakkan Indonesia di kancah internasional. Kepercayaan internasional terhadap Indonesia adalah wujud dari diperhitungkannya Indonesia dalam kancah internasional.

Ia menyebut pembangunan infrastruktur harus ikut didorong dengan penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.

Selanjutnya, ia membahas perihal upaya hilirisasi. Hal ini merupakan keberanian Indonesia dalam rangka mendorong negara agar masuk dalam daftar lima besar yang memiliki kekuatan ekonomi global.

"Hilirisasi memberikan nilai tambah ekonomi dan pemasukan keuangan negara. Nilai tambah atas hilirisasi itu, akan mampu menaikkan pendapatan perkapita berkali lipat dalam dalam kurung waktu 5-10 tahun kedepan. Hal ini akan mendorong Indonesia menjadi negara maju," kata Dzulfikar.

Terakhir, ia menyampaikan presiden adalah kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Artinya, politik yang dikedepankan oleh sosok presiden adalah politik kebangsaan, bukan politik sektoral atau politik prakmatis.

Maka tepat, apa yang disampaikan Presiden Jokowi, bahwa capres dan cawapres adalah kewenangan partai politik atau koalisi partai politik, bukan presiden. Hal ini menjadi bantahan secara langsung atas tuduhan presiden ikut cawe-cawe dalam penentuan capres dan cawapres," lanjut dia.

Tidak hanya itu, Dzulfikar lantas menyebut apa yang dilakukan Presiden Jokowi adalah wujud kecintaan pada bangsa dan negara Indonesia. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement