Kamis 24 Aug 2023 07:20 WIB

KPK Duga Bansos Beras PKH tak Disalurkan

Kasus ini telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 127,5 miliar.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) bersama Jubir KPK Ali Fikri (kanan)  menyampaikan penetapan tersangka dan penahanan atas Direktur Utama Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren,  Tim Penasihat PT PTP Roni Ramdani, dan General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP) Richard Cahyanto, saat konferensi pers, di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2023).  Ketiganya diduga melakukan korupsi dengan melakukan rekayasa beberapa dokumen lelang terkait penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) dan program keluarga harapan (PKH) Kementerian Sosial Tahun 2020, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127, 5 Miliar. 
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) bersama Jubir KPK Ali Fikri (kanan) menyampaikan penetapan tersangka dan penahanan atas Direktur Utama Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren, Tim Penasihat PT PTP Roni Ramdani, dan General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP) Richard Cahyanto, saat konferensi pers, di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2023). Ketiganya diduga melakukan korupsi dengan melakukan rekayasa beberapa dokumen lelang terkait penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) dan program keluarga harapan (PKH) Kementerian Sosial Tahun 2020, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp127, 5 Miliar. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya kasus rasuah penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kementerian Sosial (Kemensos). Lembaga antirasuah ini menduga bansos tersebut tidak disalurkan.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan enam tersangka. Mereka adalah eks Dirut PT Transjakarta sekaligus mantan dirut PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), M Kuncoro Wibowo; Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021, Budi Susanto; Vice President Operasional PT BGR, April Churniawan; Dirut Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren; Tim Penasihat PT PTP, Roni Ramdani; serta General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP), Richard Cahyanto.

Baca Juga

"Tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi BSB," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata kepada wartawan, Rabu (23/8/2023).

Alex mengatakan, Ivo, Richard, dan Roni bahkan membuat konsorsium hanya sebagai formalitas. Meski bantuan itu tak disalurkan, tapi tetap ada pembayaran sebesar Rp 151 miliar ke PT PTP pada periode September hingga Desember 2020. Kemudian, terdapat penarikan uang sebesar Rp 125 miliar dari rekening PT PTP.

"Penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras," tegas Alex.

Kasus ini bermula saat Kemensos memilih PT BGR untuk menyalurkan bansos beras kepada KPM PKH yang terdampak pandemi Covid-19. Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp 326 miliar. Kuncoro sebagai perwakilan PT BGR Persero yang merupakan perusahaan pelat merah kemudian menandatangani perjanjian kerja sama tersebut.

Dia bersama April dan Budi selanjutnya secara sepihak menunjuk PT PTP milik Richard untuk realisasi proyek penyaluran bansos beras ini. KPK menyebut, perbuatan para tersangka dalam kasus ini telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 127,5 miliar. Sedangkan Ivo, Richard, dan Roni menikmati keuntungan pribadi sebesar Rp 18,8 miliar dan masih akan didalami penyidik.

KPK pun telah menahan Ivo, Richard, dan Roni untuk 20 hari kedepan. Sementara itu, Kuncoro dan dua tersangka lainnya belum ditahan lantaran tim penyidik masih mengumpulkan bukti yang dibutuhkan.

Ivo, Roni, dan Richard disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement