REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyarankan masyarakat agar menggunakan masker dengan standar minimum untuk mencegah penyakit gangguan pernapasan akibat polusi udara yang semakin memburuk. Menurut Menkes, masker yang disarankan memiliki spesifikasi tertentu yang memiliki kerekatan untuk menahan partikulat.
"Maskernya mesti yang KF94 atau KN95 minimum yang memiliki kerekatan untuk menahan particulate matters 2,5. Kan yang bahaya itu yang 2,5, dia bisa masuk paru, dia bisa masuk pembuluh darah karena saking kecilnya. Jadi perlu masker yang kelasnya KF94 atau KN95. Itu yang untuk pencegahannya," jelas Menkes Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Senin (28/8/2023).
Saat ini angka masyarakat yang menderita gangguan pernapasan semakin meningkat pada tahun ini. Untuk mengantisipasinya, Menkes menyebut akan terus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait bahaya polusi udara bagi kesehatan.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga akan melakukan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi terkait langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Sehingga, kata Budi, masyarakat bisa mendapatkan penanganan yang sama jika didiagnosa menderita gangguan pernapasan.
"Kita juga nanti besok ada kerja sama dengan teman-teman dari Rumah Sakit Persahabatan sebagai koordinator respiratory disease-nya Kemenkes untuk bisa mendidik semua rumah sakit dan puskesmas di Jabodetabek. Kalau ada ciri-ciri seperti ini handle-nya begini. Dengan demikian, kita harapkan kalaupun nanti ada yang masuk ke puskesmas atau ke rumah sakit, treatment-nya sudah sama, diagnosisnya juga sudah sama," jelasnya.
Menkes menjelaskan, ada enam penyakit gangguan pernapasan yang paling banyak dialami masyarakat, yaitu pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, kanker paru, tuberkulosis, dan penyakit paru obstuksi kronis (PPOK).
Keenam penyakit tersebut memberikan beban BPJS hingga Rp 10 triliun pada tahun lalu. Kenaikan tren jumlah penderita gangguan pernapasan pada tahun ini pun kemungkinan juga akan menambah beban anggaran BPJS.
"Kita laporkan bahwa keenam penyakit yang disebabkan karena gangguan pernapasan ini beban BPJS-nya tahun lalu Rp10 triliun dan kalau melihat trennya di 2023 naik, terutama ISPA dan pneumonia, ini kemungkinan juga akan naik," ujar Menkes.
Budi menyebut, tiga penyakit gangguan pernapasan yang paling banyak diderita yakni infeksi paru atau pneumonia, infeksi saluran pernapasan, dan asma sendiri telah memberikan beban anggaran BPJS hingga Rp 8 triliun.
"Ini totalnya sekitar Rp 8 triliun dari Rp 10 triliun yang tadi yang enam," ujar Budi.
Menurut Menkes, polusi udara merupakan salah satu penyebab paling dominan munculnya pneumonia, ISPA, dan asma, yakni menyumbang 24-34 persen. Polusi udara tersebut diukur berdasarkan lima komponen di udara yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni tiga bersifat gas (nitrogen, karbon, dan sulfur), dan dua bersifat partikulat (PM10 dan PM2,5).
"Nah yang bahaya di kesehatan adalah yang 2,5 karena dia bisa masuk sampai pembuluh alveolus di paru, itu yang menyebabkan kenapa pneumonia itu terjadi. Itu sebabnya kalau di kesehatan memang kita melihatnya di PM 2,5 karena ini yang bisa masuk sampai dalam, kemudian menyebabkan pneumonia yang memang di BPJS ini paling besar," jelas Menkes.