REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus bayi yang tertukar di RS Sentosa Bogor, Jawa Barat sedang ramai diperbincangkan publik. Sementara kasusnya sedang menjalani proses hukum. Muncul pertanyaan, bagaimana jika bayi yang tertukar itu adalah perempuan kemudian diasuh hingga dewasa dan akan menikah. Sementara, kedua orang tuanya dan anak perempuan itu sama-sama tidak tahu.
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Abdul Muiz Ali mengatakan, wali nikah adalah orang yang punya otoritas syari untuk menjadi wali. Ada urutan dalam fiqih yang berhak menjadi wali nikah.
Menurut Imam Abu Suja’ dalam Matan al-Ghayah wa Taqrib, wali paling utama adalah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara laki-laki seayah seibu (kandung), saudara laki-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki seayah seibu (kandung), anak laki-laki saudara laki-laki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak laki-laki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya, jika tidak ada waris ‘ashabah, maka bisa diwakilkan oleh hakim.
"Bagi perempuan yang tidak punya wali nikah, maka yang menikahkan adalah hakim. Zaman dulu sultan, dalam kontek keindonesian sekarang hakim bisa melalui KUA," kata Kiai Muiz kepada Republika.co.id, Ahad (3/9/2023).
Jika kasusnya anak perempuan tidak tahu ayah kandung aslinya dan ayah ibu yang mengasuhnya juga tidak tahu itu bukan anak perempuan aslinya karena tertukar sejak kecil. Menurut Kiai Muiz kalau tidak tahu artinya selama ini berada dalam ketidaktahuan, baik anak perempuannya dan bapaknya sama-sama tidak tahu.
"Orang tidak tahu ya tetap berjalan sebagaimana biasanya karena sama-sama tidak tahu," ujar Kiai Muiz.
Namun jika diketahu bayinya tertukar, Kiai Muiz menyarankan, pastikan atau cari dulu tertukar dengan siapa. Sampai betul-betul ada penjelasan menurut ahli bahwa itu anaknya sendiri atau tertukar.
Baca juga: Ibu Dian Ungkap Fakta Baru dan Kronologi Bayinya Tertukar di RS Sentosa
Kalau anaknya sendiri, maka dalam hal nikah atau waris dan lain sebagainya berlaku ketentuan sebagaimana yang diatur dalam urutan wali nikah.
"Tapi jika betul anak ini tertukar, maka anak tersebut tidak punya hubungan nasab dengan orang atau ayah yang mengasuhnya, orang tua yang mengasuhnya tidak boleh jadi wali nikah dan anak tersebut tidak mendapatkan warisan dari ayah asuhnya, untuk yang menikahkan hak walinya adalah hakim (di KUA)," jelas Kiai Muiz.
Baca juga: Dian Prihatini, Ibu Bayi Tertukar Pingsan Setelah Diumumkan Hasil Tes DNA
Kiai Muiz juga menjelaskan, bagaimana jika ada anak perempuan diasuh oleh orang lain, menjadi anak angkat atau anak tiri. Maka tetep yang menjadi wali nikah adalah ayah kandungnya kalau masih ada, bukan ayah asuh yang menikahkan.
"Sering kejadian, karena mengasuh sejak kecil, sudah dewasa akan menikahkan, kemudian ayah asuhnya mau bertindak sebagai wali nikah, maka tidak boleh," ujar Kiai Muiz.
Jika kasusnya anak perempuan dibuang oleh orang tuanya, kemudian hidup di panti asuhan sehingga tidak diketahui siapa orang tuanya dan keluarganya. Kiai Muiz mengatakan, dalam kasus seperti itu, maka yang menikahkan adalah hakim dalam hal ini pihak KUA.