Rabu 06 Sep 2023 23:21 WIB

Pertamina Gaet Investasi Asing untuk Infrastruktur Energi Hijau

Pertamina menyiapkan dua strategi mengembangkan proyek energi hijau.

Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) kendaraan di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023). PT Pertamina (Persero) mengusulkan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite mulai tahun depan dan diganti menjadi pertamax green 92 yang lebih ramah lingkungan. Penghapusan pertalite tersebut sejalan dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dimana produk BBM yang bisa dijual di Indonesia minimal RON 91.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) kendaraan di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/9/2023). PT Pertamina (Persero) mengusulkan untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite mulai tahun depan dan diganti menjadi pertamax green 92 yang lebih ramah lingkungan. Penghapusan pertalite tersebut sejalan dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dimana produk BBM yang bisa dijual di Indonesia minimal RON 91.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) mengundang investasi asing untuk proyek-proyek infrastruktur energi ramah lingkungan, guna mendukung visi Indonesia dalam transisi energi.

“Ini bisnis masa depan kami, karena saat ini proporsi pendapatan kami sebagian besar disumbangkan oleh bahan bakar fosil yaitu sebesar lebih dari 95 persen. Ke depan, (kami ingin) pendapatan dari energi terbarukan semakin meningkat seiring berjalannya waktu,” kata Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini dalam diskusi panel Forum ASEAN Indo-Pasifik (AOIP) di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Baca Juga

Guna menggenjot investasi proyek energi terbarukan, Pertamina berupaya menyalurkan lebih banyak alokasi belanja modal hingga 145 miliar dolar AS (hampir Rp2.223 triliun).

Pertamina menyiapkan dua strategi mengembangkan proyek energi hijau dengan melakukan dekarbonisasi bisnis yang ada dan membangun bisnis bahan bakar rendah karbon.

Emma mengatakan strategi tersebut akan diterapkan untuk menjamin ketahanan energi nasional serta mengekspor energi ramah lingkungan.

“Inilah yang ingin kita lakukan dengan amonia, hidrogen, CCUS, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami harus melakukan kedua strategi tersebut, karena kami harus lebih fokus pada investasi energi terbarukan yang sudah dimasukkan ke dalam peta jalan nol emisi kami,” ujar dia.

Melalui strategi tersebut, Pertamina ingin memanfaatkan potensi energi panas bumi yang sangat besar di Indonesia, yang saat ini beroperasi dengan kapasitas lebih dari 700 megawatt. Perusahaan menargetkan peningkatan produksi energi panas bumi hingga 200 megawatt dalam dua tahun ke depan.

Pertamina siap mendiskusikan beberapa peluang pengembangan energi hijau dengan mitra internasional, kata Martini.

“Kami sedang mengupayakan model operasi yang lebih ramah lingkungan, dengan bukti bahwa skor ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola) yang sangat meyakinkan. Saat ini kami menduduki peringkat kedua untuk sub-industri migas terintegrasi, jadi kami benar-benar berkomitmen bahwa operasional kami benar-benar mendukung ESG. Ini yang menjadi daya tarik kami sehingga kami bisa lebih mudah mengajak mitra strategis kami untuk berinvestasi di infrastruktur ramah lingkungan kami,” tutur dia.

Dalam AIPF yang digelar sebagai acara unggulan KTT ASEAN ke-43 yang diselenggarakan oleh Indonesia, Pertamina menjajaki sembilan bidang potensial kerja sama pembangunan infrastruktur hijau.

Pada sektor energi dan migas, di antaranya menyiapkan kemitraan dalam pembangunan infrastruktur Integrated Green Terminal Kalibaru, Integrated Terminal Tapanuli Tengah, peluang kerja sama carbon capture and storage/carbon capture utilization & storage (CCU/CCUS), jaringan pipa gas Dumai-Siak hingga produksi green hydrogen dan nature based solution.

Langkah konkret perseroan dalam pengembangan infrastruktur hijau, kata Fadjar, tidak hanya dilakukan dalam Pertamina Group, tetapi juga bersama BUMN yang tergabung dalam Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Pertamina berkomitmen mendukung target net zero emisi (NZE) tahun 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement