Jumat 15 Sep 2023 20:32 WIB

Studi: 92 Persen Warga Eropa Sudah Terpapar Bahan Kimia Perusak Hormon BPA

Prancis jadi negara pertama di Eropa yang melarang 100 persen produk BPA.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Bisphenol A (BPA), bahan kimia pengganggu hormon yang digunakan dalam kemasan makanan, ada di hampir semua tubuh orang Eropa
Foto: 123rf.com
Bisphenol A (BPA), bahan kimia pengganggu hormon yang digunakan dalam kemasan makanan, ada di hampir semua tubuh orang Eropa

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Bisphenol A (BPA), bahan kimia pengganggu hormon yang digunakan dalam kemasan makanan, ada di hampir semua tubuh orang Eropa dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan. Hal ini merujuk pada laporan Badan Lingkungan Hidup Eropa (European Environment Agency).

"Penelitian kami mengukur bahan kimia dalam tubuh manusia di Eropa dan mendeteksi BPA dalam urin 92 persen partisipan dewasa dari 11 negara Eropa," tulis badan tersebut dalam sebuah laporan seperti dilansir Malay Mail, Jumat (15/9/2023).

EEA yang berbasis di Copenhagen Denmark mengatakan bahwa jumlah orang dewasa yang melebihi tingkat maksimum yang direkomendasikan European Food Safety Agency (EFSA) berkisar antara 71 hingga 100 persen di 11 negara yang diteliti.

EFSA pada saat itu secara drastis mengurangi asupan harian maksimum BPA yang direkomendasikan untuk konsumen. Memangkasnya sebanyak 20 ribu kali menjadi 0,2 miliar gram, turun dari 4 juta gram.

Sejak satu dekade lalu, pemerintah AS, Eropa, dan beberapa negara lain telah mengeluarkan larangan penggunaan bahan kimia BPA pada botol bayi. Namun, BPA masih digunakan dalam beberapa kemasan makanan dan minuman, yang berarti bahwa sebagian besar orang berpotensi terpapar BPA ketika mengonsumsi makanan dan minuman.

Penelitian telah menunjukkan bahwa paparan BPA terkait dengan berbagai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan gangguan hormon, seperti kanker payudara dan infertilitas.

Prancis adalah satu-satunya negara yang telah melarang penggunaan BPA sepenuhnya. Uni Eropa dan Amerika Serikat telah membatasi penggunaannya dan telah menyatakan bahwa mereka berencana untuk menguranginya lebih lanjut.

Namun, ada ketidaksepakatan mengenai jumlah BPA harian yang dapat ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia. European Medicines Agency, yang bertanggung jawab untuk menyetujui obat-obatan, telah menentang tingkat maksimum baru yang direkomendasikan EFSA.

Mengkritik metodologi EFSA, badan ini menyatakan bahwa badan tersebut terlalu terburu-buru, mengingat hubungan sebab akibat belum ditunjukkan dalam penelitian pada hewan atau manusia.

Sementara itu, EEA berkukuh bahwa paparan BPA pada manusia jauh di atas tingkat keamanan kesehatan yang dapat diterima. "Hal ini menimbulkan potensi risiko kesehatan bagi jutaan orang," kata EEA.

Kadar bisphenol A, S dan F diukur dalam urin 2.756 orang di 11 negara antara tahun 2014 dan 2020. Negara-negara tersebut adalah Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Prancis, Finlandia, Jerman, Islandia, Luksemburg, Polandia, Portugal, dan Swiss. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement