REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan Seminar Program Literasi Digital dengan tema “Cerdas dan Bijak dalam Bermedia Sosial,”. Kegiatan ini dilaksanakan di Jakarta pada akhir pekan lalu.
Berdasarkan rilis yang diterima, Ahad (17/9/2023), Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, Dr. Lisa Esti Puji Hartanti menerangkan bahwa lebih dari 50 persen anak muda Indonesia lemah dalam literasi digital. “Sebesar 52,2 persen anak muda Indonesia tidak memverifikasi kebenaran dari informasi yang diterima, baik dalam bentuk gambar, video, berita, situs, dan postingan media sosial,” ujar Lisa.
Selain itu, Lisa menerangkan ada empat jenis berita palsu, diantaranya misinformasi (informasi yang salah namun tidak diciptakan untuk merugikan orang lain), disinformasi (informasi yang salah dengan sengaja diciptakan untuk merugikan orang lain atau kelompok tertentu), malinformasi (informasi sesuai dengan realitas yang dapat merugikan atau mendatangkan bahaya bagi orang lain atau kelompok) dan kekacauan informasi (informasi yang salah dengan niat merugikan). Oleh karena itu generasi muda harus dapat menjadi pelopor yang ramah dalam bermedia sosial.
“Anak muda harus menghindari pola pikir yang hanya membaca karena ingin dan mempercayai sesuatu karena keyakinan saja. Kemudian kebiasaan malas dalam berfikir mencari informasi yang akurat,” ujarnya.
“Anak muda harus dapat berpikir kritis dan berpikir dua kali terhadap apa yang ada di depanmu dengan menggunakan data dan fakta yang relevan,” sambungnya.
Sementara itu, Founder Dampak Kreatif Indonesia, Soni Mongan menekankan agar anak muda harus mempunyai kemampuan yang bijak terkait literasi digital, karena kemampuan ini dapat memudahkan dalam mengelola informasi digital.
“Mayoritas orang akan menggunakan media sosial memposting hal terbaik dalam hidupnya dan ini bisa bernilai positif jika diisi dengan kata-kata motivasi, video lucu ataupun hal-hal positif lainnya,” terangnya.
Namun menurutnya media sosial akan bernilai negatif jika diisi dengan konten-konten saling hujat, sedangkan konten kreator tentunya akan membuat konten yang sesuai dengan kebutuhannya dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi anda.
“Oleh karena itu, anak muda Katolik harus mempunyai bekal literasi digital agar dapat menyaring informasi secara bijak,” tegasnya.
Program Literasi Digital Nasional ini pertama kali diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis (20/5) yang lalu. Hal ini bertujuan untuk percepatan transformasi digital, khususnya prngembangan sumber daya manusia berbasis digital.
Presiden menilai tantangan di ruang digital saat ini semakin besar karena banyaknya konten-konten negatif dan meningkatnya kejahatan di ruang digital. Seminar ini diharapkan mampu mengedukasi orang muda katolik untuk cerdas dalam bermedia sosial.
Selain itu, dengan kegiatan ini diharapkan anak muda katolik dapat memproduksi konten yang berlandaskan pancasila dan mempersatukan bangsa serta dapat menciptakan jaringan kerja antar sesama anak muda katolik dengan menyebar konten-konten positif.