Senin 18 Sep 2023 13:38 WIB

Tafsir Al Araf 130: Kemarau dan Azab untuk Firaun yang Sombong

Surat Al Araf ayat 130 menyinggung soal kemarau dan Firaun.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
 Tafsir Al Araf 130: Kemarau dan Azab untuk Firaun yang Sombong. Foto:  Kolam yang kekeringan di musim kemarau (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tafsir Al Araf 130: Kemarau dan Azab untuk Firaun yang Sombong. Foto: Kolam yang kekeringan di musim kemarau (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Di masa lampau Allah swt menurunkan azab kepada Firaun yang sombong dan durjana, berupa kemarau yang amat panjang. Kemarau yang panjang itu, Allah jadikan sebagai musibah dan peringatan kepada Fir’aun, bahwa ada kekuasaan yang lebih tinggi, yaitu Kekuasaan Mutlak Allah.

Sebelum azab turun, Nabi Musa memerintahkan Fir’aun untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan dan menerima ajakan Nabi Musa untuk beriman kepada Allah swt. Namun Fir’aun yang kesombongannya sampai mengaku sebagai Tuhan itu menolak, begitupula para pengikutnya, sehingga Allah swt menurunkan azab berupa musim kemarau panjang, hama pada buah-buahan, angin topan, dan sebagainya.

Baca Juga

Azab Allah swt kepada Fir’aun yang sombong ini dijelaskan dalam Alquran:

Sungguh, Kami telah menghukum Fir’aun dan kaumnya dengan (mendatangkan) kemarau panjang dan kekurangan buah-buahan agar mereka mengambil pelajaran,” (QS Al-‘Araf ayat 130).

Dalam tafsir Kementerian Agama RI juga dijelaskan, bahwa cobaan yang ditimpakan kepada Fir'aun berupa musim kemarau yang panjang, yang mengakibatkan timbulnya kesulitan hidup, seharusnya menimbulkan keinsafan dalam hati mereka, bahwa kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki selama ini bukanlah merupakan kekuatan dan kekuasaan tertinggi, masih ada kekuatan dan kekuasan Allah Yang Kuasa mendatangkan azab yang tidak dapat mereka atasi. Jika ada kesadaran semacam itu dalam hati mereka tentu mereka akan mengubah sikap dan perbuatan mereka, terutama kepada Bani Israil. Di samping itu, mereka menerima seruan Nabi Musa serta meninggalkan keingkaran mereka terhadap Allah.

Azab yang diturunkan Allah kepada hamba-Nya senantiasa mengandung pelajaran dan pendidikan. Sebab, pada saat manusia menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup, hatinya akan menjadi lembut, akan menghadapkan wajahnya kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang untuk memohon pertolongan dan belas kasih-Nya. Di samping itu, ia juga akan berusaha memperbaiki tingkah lakunya dengan melakukan perbuatan yang diridhoi Allah. Akan tetapi, bila kesulitan dan kesukaran itu tidak mengubah sikap dan tingkah lakunya, dan tetap ingkar kepada Allah serta senantiasa berbuat kemaksiatan, maka mereka benar-benar orang yang merugi dan amat sesat karena kesulitan yang mereka hadapi tidak menimbulkan keinsafan dan kesadaran bagi mereka, bahkan sebaliknya menambah keingkaran dan kedurhakaan mereka terhadap Allah. Demikianlah keadaan fir'aun dan para pengikutnya.

Dalam tafsir Buya Hamka juga disebutkan, bahwa pada zaman Fir’aun yang khawatir kekuasaannya direbut, maka memerintahkan bayi dan anak laki-laki agar dibunuh. Hingga kemudian Fir’aun ditimpa oleh bahaya yang tidak mampu dia atasi, yakni kekeringan atau kemarau panjang.

Hujan tidak turun pada waktunya, sungai Nil tidak besar buih airnya sebagaimana yang diharapkan pada tiap-tiap tahun. Lantaran itu tanah menjadi keting, dan lantaran itu pula hasil buah-buahan atau pertahunan menjadi rusak. Ketika musibah itu datang, harusnya mereka insaf bahwa ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi, yaitu Kekuasaan Mutlak Allah. Tetapi ternyata, cobaan-cobaan semacam itu, tidak membuat mereka mau insaf.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement