Kamis 28 Sep 2023 07:53 WIB

Korban Pelecehan Seksual Gereja Katolik, Long March di Kota Roma

Korban pelecehan seksual minta Paus Franciskus tegakkan nol toleransi pada pelaku

Sekelompok korban pelecehan seksual oleh para pemimpin Gereja Katolik di berbagai dunia, dan para aktivis serta pendukung mereka pada hari Rabu (27/9/2023) turun ke jalan di kota Roma, Italia.
Foto: AP
Sekelompok korban pelecehan seksual oleh para pemimpin Gereja Katolik di berbagai dunia, dan para aktivis serta pendukung mereka pada hari Rabu (27/9/2023) turun ke jalan di kota Roma, Italia.

REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Sekelompok korban pelecehan seksual oleh para pemimpin Gereja Katolik di berbagai dunia, dan para aktivis serta pendukung mereka pada hari Rabu (27/9/2023), turun ke jalan di kota Roma, Italia. Mereka melakukan aksi long march meminta Paus Fransiskus untuk menegakkan "nol toleransi" terhadap pelecehan seks oleh para klerus, setelah menyelesaikan ziarah enam hari di Roma dengan membawa salib kayu besar.

Sebanyak 10 pria dan wanita itu berjalan sejauh 130 kilometer (81 mil) di sepanjang bentangan terakhir Via Francigena, jalan setapak dari abad pertengahan, yang menghubungkan Canterbury, Inggris, dengan Roma. Aksi mereka ini menjelang pertemuan puncak Vatikan mengenai masa depan Gereja yang akan dimulai pekan depan.

Ziarah ini "menunjukkan tekad para penyintas untuk datang dan menyampaikan pesan mereka kepada Paus Fransiskus...."bahwa harus ada hukum universal gereja yang tidak mentoleransi," kata pengacara AS Timothy Law, salah satu pendiri Ending Clergy Abuse (ECA). "Apa pun yang kurang dari itu tidak memadai," tambahnya.

Pelecehan seks dan skandal kejahatan seksual selama ini, telah ditutup-tutupi. Dan upaya ini telah menghancurkan reputasi Gereja Katolik dan menjadi tantangan besar bagi Paus, yang telah mengeluarkan serangkaian tindakan yang bertujuan untuk membuat hirarki Gereja lebih bertanggung jawab, dengan hasil yang beragam.

Law mengatakan ECA ingin Paus Fransiskus memerintahkan pemecatan segera dari para pelayanan bagi para imam yang dicurigai melakukan pelecehan. Tak hanya itu, ada juga pemecatan uskup yang terbukti menutup-nutupi, dan pelaporan wajib kasus pelecehan kepada pihak berwenang sipil, bukan agama.

Fransiskus telah menjanjikan "tidak ada toleransi" terkait pelecehan di gereja. Namun para kritikus mengatakan bahwa reformasi dan pedomannya saja belum cukup jauh memberantas kasus pelecehan tersebut, selama tidak diadopsi secara merata oleh Gereja-gereja Katolik nasional.

Para aktivis ECA datang ke Roma menjelang sinode, pertemuan para uskup dunia di Vatikan pada tanggal 4-29 Oktober. Pertemuan ini akan membahas, antara lain, pemberian peran yang lebih besar kepada perempuan dalam Gereja, dan pendekatan terhadap kaum LGBT.

"Saya tidak tahu bagaimana Anda bisa melangkah ke masa depan jika Anda belum menyelesaikan masalah kriminalitas para imam (predator) dan penutupan diri oleh hirarki dalam Gereja Katolik," kata Peter Isely, anggota ECA yang tinggal di Amerika, mengenai sinode tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement